Depok, ERANASIONAL.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penelusuran aset dari para tersangka dugaan pemerasan terkait izin penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kemnaker.
Kali ini, penyidik menyita dua properti yang berada di wilayah Depok dan Bogor milik salah satu tersangka, yakni tersangka Haryanto.
Menurut keterangan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kedua aset tersebut berupa rumah dan kontrakan yang diperkirakan dibeli dengan dana yang berasal dari praktik pemerasan.
“Aset tersebut berupa bidang tanah atau bangunan, yaitu kontrakan seluas 90 m² di Cimanggis, Kota Depok, serta rumah seluas 180 m² di Sentul, Kabupaten Bogor,” ungkap Budi kepada awak media di Jakarta, Minggu (28/9).
Budi menambahkan bahwa transaksi pembelian kedua properti tersebut dilakukan secara tunai dan kemudian di atasnamakan ke kerabat tersangka. Tindakan ini diduga merupakan teknik pencucian aset agar kepemilikan tidak langsung terhubung ke tersangka.
Kasus Pemerasan RPTKA & Aliran Uang Rp 53,7 Miliar
Langkah penyitaan ini terhubung dengan penyidikan kasus praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Dalam kasus ini, Haryanto termasuk salah satu dari delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Sejak periode 2019 hingga 2024, para tersangka dituduh telah memeras agen atau pihak luar yang mengurus tenaga kerja asing, dan diklaim berhasil mengumpulkan sekitar Rp 53,7 miliar dari praktik tersebut. Uang itu kemudian digunakan untuk membeli aset berupa rumah atau bangunan.
Disebutkan pula bahwa RPTKA merupakan salah satu persyaratan administratif penting dalam mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia.
Tanpa RPTKA, izin kerja maupun izin tinggal tenaga asing akan terhambat, sehingga calon pengaju terpaksa menanggung denda harian hingga Rp 1 juta, yang kemudian menjadi celah praktik pemerasan.
KPK mencatat bahwa dugaan praktik pemerasan ini berpotensi telah berlangsung sejak periode awal pemerintahan beberapa menteri Ketenagakerjaan sebelumnya, yaitu pada masa Abdul Muhaimin Iskandar (“Cak Imin”), Hanif Dhakiri, hingga periode Ida Fauziyah.
Sebagai tambahan, delapan nama yang diduga terlibat dalam kasus ini selain Haryanto antara lain: Suhartono, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Hingga berita ini disusun, KPK masih terus melanjutkan penyidikan dan penelusuran aset-aset lain yang diduga masih tersebar agar dapat dikembalikan ke negara.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan