Setelah penyelidikan, polisi menetapkan tersangka RA (45), pimpinan ritel tersebut, yang diketahui menjual beras rusak dan tercemar tanpa memberikan informasi yang jujur kepada pembeli. Hasil uji laboratorium dan keterangan ahli menguatkan bahwa produk tersebut memang tidak aman untuk dikonsumsi.
“Pelaku memperdagangkan beras yang telah rusak dan tercemar tanpa memberi informasi yang jujur kepada pembeli. Ini jelas pelanggaran terhadap hak dasar konsumen,” terang Hans.
Polisi menyita barang bukti signifikan, termasuk 1,79 ton beras berbagai kemasan merek Topi Koki yang telah rusak. Tersangka RA dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara atau denda Rp2 miliar.
Kasus kedua lebih mengkhawatirkan karena menyangkut penyalahgunaan program subsidi pemerintah. Pelaku berinisial M (36), seorang ibu rumah tangga, tertangkap tangan di Pasar Inpres Kupang karena diduga menukar isi karung beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) milik Bulog ke dalam karung beras bermerek “Super Cap Jeruk”.
Modus ini dilakukan untuk menjual beras SPHP dengan harga lebih tinggi—Rp13.000 per kilogram, jauh di atas harga resmi SPHP yang hanya Rp11.300 per kilogram. Pelaku diduga telah menyalahgunakan sekitar 4 ton beras SPHP.
“Modus ini sangat merugikan masyarakat, karena beras SPHP merupakan program subsidi pemerintah untuk membantu rakyat kecil. Kami akan menindak tegas siapa pun yang mencoba mengambil keuntungan pribadi dari program tersebut,” tegas Kombes Hans.
Barang bukti yang diamankan mencakup 2,615 ton beras Cap Jeruk, 750 kg beras SPHP (dalam 149 karung), karung-karung kosong, serta satu unit mesin jahit yang digunakan untuk mengemas ulang. Pelaku M dijerat dengan pasal yang sama, yakni Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e UU Perlindungan Konsumen, dengan ancaman serupa.
Tinggalkan Balasan