Sekjen Kementerian ATR/BPN, Himawan Arif Sugoto

Jakarta – Kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) memunculkan banyak terobosan, tak terkecuali di bidang pertanahan. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah ialah salah satu peraturan turunan UUCK yang menjadi fokus Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). PP tersebut mendukung pembentukan Badan Bank Tanah di Indonesia yang berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.

Bank Tanah nantinya juga akan mendukung pemanfaatan tanah bagi kepentingan umum, sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, bahkan juga Reforma Agraria. Dalam PP ini dinyatakan bahwa ketersediaan tanah untuk Reforma Agraria paling sedikit 30% dari tanah negara diperuntukkan Badan Bank Tanah.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto, mengatakan bahwa pembentukan Badan Bank Tanah terus didorong dan secara substansi sudah mencapai 90%.

Saat ini, ia berujar tengah disusun Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah bersama Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM, serta para pakar praktisi hukum.

“Kita sudah membahas di internal kementerian, mungkin 90% substansinya sudah. Kita sudah edarkan juga ke beberapa kementerian/lembaga terkait. Tiga instansi sudah paraf. Tentunya mungkin paralel karena diharapkan Badan Bank Tanah ini dapat terwujud bulan Oktober ini,” kata Himawan Arief Sugoto melalui keterangan persnya, Jumat (8/10)

Ia menerangkan, Badan Bank Tanah akan dipimpin Komite Bank Tanah yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Komite ini juga akan dibantu oleh Sekretariat Komite.

Selain itu, lanjutnya dibentuk Dewan Pengawas yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat/saran kepada Badan Pelaksana dalam menjalankan kegiatan penyelenggaraan Bank Tanah. Guna menyelenggaran tugas-tugas dalam Bank Tanah, Komite Bank Tanah menetapkan Badan Pelaksana.

“Setelah itu, kita sedang paralel menyiapkan PP permodalan yang nantinya akan mengurus. Komite akan mengusulkan ke presiden mengenai siapa saja untuk pertama kali pengurus dari Bank Tanah ini. Itu ketentuan di perpres ini, untuk pertama kalinya pengurus ditetapkan oleh komite, setelah komite ditetapkan oleh Presiden,” tutur Sekjen Kementerian ATR/BPN.

Turut hadir secara daring, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkum HAM, Benny Riyanto. Ia menyetujui bahwa latar belakang dibentuknya Badan Bank Tanah ini adalah untuk menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan yang masih marak terjadi. Ia berharap dengan pengaturan struktur dan penyelenggaraan Badan Bank Tanah dapat menjamin ketersediaan tanah, terutama untuk Reforma Agraria.

“Dapat disadari urgensi untuk penyusunan Raperpres ini. Dalam prosesnya tetap wajib harus diharmonisasi baik secara hirarki peraturan perundang-undangan, maupun secara substansinya agar tercipta suatu keselarasan, pembulatan, dan harmoni antara satu sektor dengan sektor yang lainnya. Hal ini juga untuk menghindari adanya benturan kepentingan sesama regulasi, baik secara vertikal maupun horizontal. Selain itu, harmonisasi ini ditujukan untuk menjamin kepastian hukum agar Raperpres ini nanti benar-benar bisa dilaksanakan dan juga applicable,” jelas Benny Riyanto.

Adapun Rapat Pleno Harmonisasi Rancangan Peraturan Presiden tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah ini, juga digelar secara luring di Hotel Royal Ambarrukmo, D.I. Yogyakarta. Hadir secara langsung, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat, Yagus Suyadi; Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengadaan Tanah, Arie Yuriwin; Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Tengah, Dwi Purnama; Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, Suhendro; Dosen Fakultas Hukum UGM, Oce Madril; serta jajaran Kemenkum HAM dan instansi pemerintah terkait.