Direktur Jenderal Penataan Agraria, Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau saat di wawancarai di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat Kamis (14/10)

 

Jakarta- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus melakukan percepatan pelaksanaan reformasi agraria. Langkah terbaru yang ditempuh adalah pelaksanaan proyek percontohan (pilot projcet) percepatan Redistribusi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).

Direktur Jenderal Penataan Agraria, Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau mengatakan, ada empat provinsi yang menjadi pilot project Redistribusi TORA.

Pertama, Sumatera Selatan (Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin) dengan luas lahan 30.306,29 hektar. Kedua, Kalimantan Timur (Kabupaten Kutai Kartanegara) dengan luas lahan 3.842,31 hektar.

Ketiga, Kalimantan Tengah (Kabupaten Pulang Pisau) dengan luas lahan 5.500,94 hektar. Keempat, Kalimantan Barat (Kabupaten Sintang) dengan luas lahan 14.310,42 hektar

“Jadi total ada 53.959,96 hektar lahan,” tutur Andi Tenrisau ditemui usai Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pilot Project Percepatan Redistribusi TORA di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Kamis, (14/10/2021).

Pemilihan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan objek berdasarkan luasan dan keterjangkauan/aksesibilitas serta kesesuaian dengan Area of Interest (AoI) Proyek Percepatan Reforma Agraria (PPRA), dengan skema pembiayaan dari Bank Dunia.

Kata Andi, kegiatan ini dirancang dalam rangka mengatur kepemilikan tanah secara adil untuk memakmurkan masyarakat. Ini sejalan dengan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebut bahwa tanah itu dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.

“Oleh karena itu, terjemahan Pasal 33 ini bisa betul-betul diimplementasikan oleh kegiatan reforma agraria,” tutur Andi.

Lebih jauh Andi menjelaskan, output pelaksanaan pilot project ini adalah tersedianya TORA dari pelepasan kawasan hutan, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan kegiatan redistribusi tanah (penataan aset) serta pemberdayaan (penataan akses) disertai penataan penggunaan tanah dalam kerangka penataan agraria berkelanjutan.

Namun, ini tidak bisa dikerjakan Kementerian ATR sendiri, karena sifatnya lintas deprtemen, kelembagaan dan kementerian. Atas dasar itu, Kementerian ATR melakukan koordinasi dengan KLHK, khususnya Direktorat Jenderal Planologi.

Pada kesmpatan yang sama, Direketur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian LHK, Ruandha A. Sugardiman mengatakan, pihaknya sangat mendukung pilot project ini.

“Saya sangat mengapresiasi, karena ini adalah yang dtunggu oleh masyarakat, yang tidak produktif harus kita distribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan,” katanya.

Direktur Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementrian LHK, Ruandha A. Sugardiman (Kemeja Putih)

Dia menambahkan, biasanya proses agraria memakan waktu yang cukup lama. Tahapannya adalah pemilik tanah mengajukan prosesnya terlebih dahulu. Namun, lewat pilot project ini, prosesnya akan menjadi cepat. Sebab, BPN yang akan mengatur semuanya.

“Kemudian didistribusikan kepada pihak-pihak yang berhak pilot project ini diharapkan menemukan pola yang efektif, sehingga distribusi lahan ini bisa tepat untuk masyarakat yang membutuhkan,” pungkasnya.