Jakarta – Sebagai upaya percepatan kegiatan Reforma Agraria, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendorong implementasi penyediaan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang bersumber dari kawasan hutan. Tak hanya sebagai upaya redistribusi tanah, penyediaan TORA bersumber dari kawasan hutan bertujuan untuk mencapai Pengukuhan Kawasan Hutan (PKH) serta memberikan kepastian hukum atas penguasaan tanah oleh masyarakat di dalam kawasan hutan.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra mengungkapkan bahwa penting ketika membereskan persoalan batas-batas tanah hutan berikut dengan segala bentuk penguasaan hak atas tanah di dalamnya.
“Persoalan ini tentunya tidak hanya soal koordinat di luar saja, tetapi bagaimana jika di dalamnya terdapat hak dan lain sebagainya,” tutur Surya Tjandra pada pertemuannya secara langsung bersama KLHK dan KPK di Ruang Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK pada Jumat (22/10/2021).
Sebagai titik temu antara penguasaan hak atas tanah dan kawasan hutan, Wamen ATR/Waka BPN berpendapat dalam diskusi bahwa dapat dilakukan adanya penyocokan data penguasaan tanah yang dimiliki Kementerian ATR/BPN dengan data Kawasan Hutan yang dimiliki oleh Kementerian LHK.
“Semua data penguasaan tanah baik yang sudah keluar sertipikatnya maupun belum, kemudian dilakukan overlay dengan kawasan hutan oleh KLHK. Nanti mungkin dapat dienklave terlebih dahulu,” terang Surya Tjandra.
Hal senada diungkapkan oleh Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Ia berkata bahwa kunci penyelesaian dapat dimulai dari keterbukaan data antar masing-masing kementerian, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian LHK, juga pemerintah provinsi. “Kuncinya di provinsi, semua pertukaran data terjadi di tingkat provinsi. Dalam hal ini BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan-RED) dan Kantor Wilayah, jadi tidak di tingkat pusat saja,” jelas Pahala Nainggolan.
Terkait dengan tata batas pengukuhan kawasan hutan, Direktur Jenderal (Dirjen) Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Ruandha Agung Sugardiman menjelaskan bahwa mengenai tata batas kawasan hutan, terdapat batas luar dan batas fungsi. “Batas luar adalah ketika hutan yang bersandingan dengan APL (Areal Penggunaan Lain), sedangkan batas fungsi adalah antara hutan dengan hutan. Kita dahulukan selesaikan batas luas yang berbatasan dengan APL,” Kata Ruandha Agung Sugardiman.
Kasubdit Pengukuhan Kawasan Hutan Wilayah II, Doni Satria berkata bahwa sebelumnya Kementerian LHK mempunyai PERPRES Nomor 88 Tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Namun, pasca terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan aturan turunannya, Menteri LHK, Siti Nurbaya, berkenan melakukan proses percepatan penyediaan TORA dari kawasan hutan sehingga keluar Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perencanaan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Dalam paparannya, Doni Satria berkata bahwa berdasarkan RPJMN 2020-2021, terdapat sedikitnya 4,1 juta hektare tanah dari pelepasan kawasan hutan sebagai TORA, demi terlaksananya legalisasi aset dan redistribusi tanah. Ia berkata bahwa pihaknya akan melakukan konservasi dalam kawasan hutan.
Penyelesaian itu nantinya akan dikelompokkan berdasarkan dari pemukiman, fasilitas umum, sarana prasarana, bangunan, lahan garapan perkebunan, pertanian, dan tambak. “Nanti setelah kita lakukan konservasi, kemudian ditemukan tanah dan ada alas haknya maka kita langsung keluarkan dari kawasan hutan apapun fungsinya. Begitu juga dengan pengelompokan, seperti pemukiman dan lahan garapan, akan kita keluarkan dan selesaikan,” tutup Doni Satria.
Tinggalkan Balasan