Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Budi Situmorang

Banjarmasin – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) menyelenggarakan acara Sosialisasi Peraturan Pemerintah Turunan Undang-Undang Cipta Kerja Bidang Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang pada Selasa (02/11/2021) secara daring dan luring bertempat di Hotel Golden Tulip Galaxy Banjarmasin.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas aparat Pemerintah Provinsi, Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota se-Kalimantan Selatan dalam pelaksanaan UUCK beserta turunannya.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Budi Situmorang berkata bahwa pengendalian dan penertiban itu dilakukan setelah penyusunan dan perencanaan tata ruang serta pemanfaatan tata ruang. Dalam tahap perencanaan Rencana Tata Ruang (RTR) akan keluar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang atau yang disebut KKPR.

“KKPR ini akan kita nilai dan kita kendalikan, apakah bergerak dengan sesuai ketentuan yang dikeluarkan atau tidak,” jelas Dirjen PPTR.

Lebih lanjut, Budi Situmorang menjelaskan bahwa dalam menilai pelaksanaan KKPR dan perwujudan Rencana Tata Ruang (RTR), juga akan ada pemberian insentif dan disinsentif.

“Kita cek struktur ruang dan pola ruang yang Anda kerjakan. Kalau kebablasan, kita lakukan pengenaan sanksi atau jika terjadi sengketa maka akan dilakukan penyelesaian sengketa penataan ruang,” terang Budi Situmorang.

Dalam aspek pertanahan, Budi Situmorang juga menjelaskan bahwa pengendalian dan penertiban akan dilakukan jika sertipikat hak atas tanah sudah resmi terbit.

Ia berkata bahwa pihaknya akan melakukan pengendalian alih fungsi lahan, kepulauan dan wilayah tertentu. Tak hanya itu, juga dilakukan penertiban penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah.

Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat, Yagus Suyadi yang hadir secara daring berkata bahwa UUCK (UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja-red) hadir sebagai penataan regulasi terhadap peraturan perundangan yang tumpang tindih.

Hal ini bertujuan sebagai keselarasan substansi di berbagai perundang-undangan untuk mendukung kebijakan Pemerintah di bidang tata ruang dan pertanahan.

Dalam kegiatan ini, Yagus Suyadi membahas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.

Ia menjelaskan bahwa PP ini mencabut PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar. Hal ini memperluas aspek penertiban tanah dan ruang, yang dulu hanya penertiban tanah telantar, kini juga ada sebutan penertiban kawasan telantar.

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa kawasan merupakan objek baru, yaitu non kawasan hutan yang belum dilengkapi hak atas tanah tetapi telah memiliki izin konsesi maupun perizinan berusaha tetapi tidak diusahakan, tidak digunakan, dan tidak dimanfaatkan.

Dalam Pasal 180 Ayat 1 UUCK disebutkan, hak izin atau konsesi tanah dan atau kawasan yang dengan sengaja tidak diusahakan atau ditelantarkan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak diberikan dicabut dan dikembalikan kepada negara. Selanjutnya, hak izin yang dicabut ditetapkan sebagai kawasan atau tanah terlantar.

Ia juga menambahkan bahwa pada intinya, PP Nomor 20 tahun 2021 ini mengharapkan semua bidang tanah di seluruh Indonesia, baik yang sudah terdaftar atau sudah bersertipikat maupun yang belum terdaftar untuk dimanfaatkan secara optimal.

“Negara punya kewenangan mengatur peruntukan pemanfaatan tanah, juga mengawasi serta menertibkan penggunaan tanah agar optimal,” pungkasnya.