Wamen ATR/Waka BPN, Surya Tjandra

Jakarta – Rencana pembangunan Jawa – Bali yang tercantum dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa – Bali tengah dilakukan. Meski begitu, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan. Aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam perencanaan pembangunan serta Rencana Tata Ruang Pulau Jawa – Bali harus saling terhubung sehingga pembangunan yang ada tidak menimbulkan hasil-hasil pembangunan yang problematik.

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra, menjelaskan bahwa berdasarkan Perpres Nomor 28 Tahun 2021, terdapat beberapa isu strategis yang menjadi sorotan. Salah satunya ialah terjadi pembangunan fisik di kawasan rawan bencana. Ia berkata bahwa pembangunan tidak serta merta dilakukan tanpa mengetahui bagaimana kondisi keadaan suatu lingkungan.

“Saya sudah keliling di beberapa titik di Jawa bagian selatan. Kita tak memungkiri jika pembangunan di Jawa bagian selatan lebih tertinggal daripada di bagian utara. Ini butuh pendekatan yang kreatif, tidak serta merta membangun secara sembarangan,” terang Surya Tjandra melalui keterangan pers, Sabtu (13/11)

Beberapa isu lainnya ialah seputar alih fungsi lahan pertanian, semakin meluasnya urban sprawl (ekspansi area urban yang tidak terkontrol-red), muncul kawasan perkotaan baru serta terjadinya degradasi lingkungan.

Oleh karena itu, terdapat banyak major project dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang tumpah ruah sebagai upaya mengatasi isu-isu di Pulau Jawa – Bali.

Melihat hal itu, Surya Tjandra berpendapat bahwa sudah pasti terbayang bagaimana tekanan dan kepentingan pembangunan yang ada.

Ia juga membahas terkait empat Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang menjadi fokus pengembangan ekonomi di Pulau Jawa, di antaranya Jabodetabekpunjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur), Cekungan Bandung, Kedungsepur, dan Gerbangkertosusilo.

“Seperti dalam pokok bahasan hari ini, istilah Jawa Mengkota menjadi valid karena empat KSN ini mulai saling terhubung. Tentu tantangannya langsung terlihat,” tutur Surya Tjandra.

Beberapa tantangan yang dimaksud Wamen ATR/Waka BPN tersebut adalah mulai dari peningkatan kebutuhan sarana prasarana, daya dukung lingkungan, timbulnya masalah sosial hingga masalah sosial kependudukan, ditambah dengan perubahan iklim.

“Kalau bicara pembangunan di Jawa itu, kita bicara bagaimana memanfaatkan ruang yang terbatas didukung dengan pengendalian pemanfaatan lingkungan,” pungkasnya.

Bicara soal pemanfaatan ruang beserta pengendaliannya, Surya Tjandra menjelaskan salah satu strategi menggunakan pendekatan LUCIS ( Land-Use Conflict Identification Strategy). Ia menjelaskan bahwa pendekatan LUCIS mengombinasikan sistem informasi geospasial dan perencanaan untuk suatu area dan penggunaan di area tersebut.

“Kalau kita tahu peta geospasial, peta hak, atau peta tanah terdaftar, lalu tertiban oleh perencanaan pembangunan, biasanya akan terjadi konflik. Perencanaan yang non partisipatif sudah pasti problematik. Belum lagi ditambah pendekatan silo dan sektoral, serta inkonsistensi pelaksanaan regulasi,” terang Surya Tjandra.

Oleh karena itu, Surya Tjandra berharap melalui forum yang melibatkan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) ini, adanya dukungan dari asosiasi profesi terkait pembangunan yang dilakukan pemerintah. Asosiasi perencanaan sebagai driving forces bagi pemerintah dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan aspek sosial dan aspek lingkungan.

“Sebenarnya yang menjadi mitra tak hanya asosiasi perencanaan, bisa juga asosiasi arsitektur, planologi, dan lainnya. Bapak/Ibu kalau menemukan persoalan tata ruang dengan segala profesionalitas, yakin jika itu problematik, jangan diturutin ya. Jangan cuma iya-iya saja,” tegas Wamen ATR/Waka BPN.

Terakhir, Surya Tjandra berharap bahwa pembangunan tak hanya sekadar mengejar hal pragmatis semata, tetapi juga melihat kombinasi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

“Pelan-pelan kita wujudkan bagaimana best practices-nya. Tak hanya pembangunan semata, tetapi juga pembangunan yang punya keberlanjutan,” tutupnya.