“Di bulan Ramadhan dan lebaran nanti, penggunaan speaker pasti lebih banyak, kan sebagai syiar nuansa Ramadan. Kalau memang ada umat Islam atau non-muslim yang merasa terganggu, di sinilah kita harus lebih saling menghargai,” tandasnya.

Menag Yaqut Contohkan Gonggongan Anjing

Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan kebijakannya soal aturan penggunaan pengeras suara atau toa di masjid.

Dia mengatakan aturan ini dibuat salah satunya untuk mendukung hubungan antarumat beragama lebih harmonis.
Namun, ia menekankan aturan itu buka melarang rumah ibadah umat Islam untuk menggunakan toa. Ia bilang hanya mengatur volume suara tidak keras melebihi 100 desibel.

Dia mengatakan aturan ini juga untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi hal yang tidak bermanfaat. Ia menekankan demikian karena di daerah di Indonesia yang mayoritas Muslim, hampir di setiap 100-200 meter terdapat masjid atau musala.

“Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?” tuturnya.

Yaqut pun melontarkan contoh yang menyinggung perbandingan dengan gonggongan anjing.

“Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan,” kata Yaqut. (suara)