JAKARTA, Eranasional.com – LPSK telah resmi menolak permohonan perlindungan kepada istri Irjen Ferdy Sambo pada Senin (15/8). Dijelaskan, Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo tak memenuhi syarat sebagai seseorang yang perlu dilindungi.
Sebelumnya diketahui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut ada ‘pihak resmi’ yang mendesak agar istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, mendapatkan perlindungan. Rupanya, desakan itu muncul saat LPSK menghadiri pertemuan di Polda Metro Jaya.
“Kita ada undangan pertemuan 29 Juli 2022 di Polda Metro Jaya. Dalam pertemuan tersebut yang dihadiri oleh kementerian atau lembaga lain, jadi bukan hanya LPSK,” papar Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Edwin Partogi Pasaribu melansir detikcom, Selasa (16/8/2022).
Edwin menyebut pertemuan itu dipimpin langsung oleh Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Jerry Raymond Siagian.
“Betul dihadiri, dipimpin oleh beliau,” imbuh Edwin.
Ia mengatakan diskusi itu dihadiri Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA), tenaga ahli Kantor Staf Presiden, Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), lembaga swadaya masyarakat (LSM) beserta psikolog, termasuk LPSK.
“Alasannya (istri Ferdy Sambo) ini korban kekerasan seksual. Berdasarkan UU TPKS, harus segera dilindungi dan pelaksana perlindungannya adalah LPSK,” ungkap Edwin.
Meski demikian, Edwin menuturkan LPSK tak bisa serta-merta memberikan perlindungan. Edwin mengaku pihaknya sedari awal merasa permohonan perlindungan yang diajukan Putri Candrawathi janggal.
“Hal itu tidak bisa kami kabulkan karena sejak awal kami melihat ada yang ganjil dan janggal. Juga kami belum mendapatkan kerjasama itu dengan Ibu PC sendiri. Ada syarat dalam UU yang belum dia penuhi,” terang Edwin.
Edwin menerangkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban kala itu belum mendapatkan keterangan penting dari Putri Candrawathi.
“Sifat penting keterangannya kami tidak tahu. Kebenaran apakah peristiwa itu ada, situasi medis psikologisnya kami juga tidak dapat apa pun, walaupun psikiater dan psikolog kami mengatakan memang ada terhadap mental ya. Jadi bagaimana kita mau melindungi,” tutur Edwin.
Alasan lainnya yang jadi pertimbangan LPSK, sambung Edwin, juga soal pihak yang disebut sebagai ancaman. Yaitu, pemberitaan media massa terkait kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Sambo.
“Di sisi lain juga yang dianggap ancaman adalah pemberitaan media massa. Pemberitaan media massa yang menjadi ancaman, ya silakan sendiri hubungi Kominfo, silakan ke Dewan Pers, atau dia kan punya hak jawab buat orang mereka yang tidak berkenan dengan pemberitaan,” urai Edwin. ***
Tinggalkan Balasan