Eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.

JAKARTA, Eranasional.com – Ferdy Sambo, menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pemecatan dirinya sebagai Kadiv Propam Polri.

Pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis mengatakan bahwa Sambo sudah menjalankan tugas, wewenang dan kewajibannya dengan baik, profesional dan mandiri selama menjadi anggota Polri.

Berkat kecakapan dan pencapaiannya, Arman menyebut Sambo telah menerima 11 tanda kehormatan dari pimpinan Polri.

“Bapak Ferdy Sambo, selama menjadi anggota Kepolisian Republik Indonesia sebagai Penggugat, telah dengan cakap melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia secara profesional, mandiri, dan berintegritas. Hal itu dapat dibuktikan dengan pengabidan dan pelayanan yang dilakukan beliau kepada masyarakat. Atas pencapaiannya itu, Bapak Ferdy Sambo telah menerima 11 tanda kehormatan dari pimpinan Polri,” kata Arman, Jumat (30/12/2022).

Kata Arman, pada 22 Agustus 2022, Ferdy Sambo telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai anggota Polri saat penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua bergulir. Namun, ungkap Arman, pengunduran diri itu tidak diterima hingga akhirnya Sambo dinyatakan dipecat tidak dengan terhormat (PTDH) dari institusi Polri.

“Pada tanggal 22 Agustus 2022, demi mendukung proses penyidikan, dan sebelu adanya putusan sidang Komisi Kode Etik Polri dan tingkat banding, Bapak Ferdy Sambo telah menyampaikan surat pengunduran diri sebagai anggota Polri yang ditujukan kepada Tergugat II Jenderal Listyo SIgit Prabowo sebagai Kapolri. Namun, permohonan tersebut tidak diproses dan dipertimbangkan oleh para pihak terkait,” jelas Arman.

Dia menekankan, pengunduran Ferdy Sambo itu sejatinya telah diatur dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) huruf a dan b Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Dalam pasal tersebut, jelasnya, terduga pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi PTDH diberikan kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri.

“Hak pengunduran diri Bapak Ferdy Sambo telah diatur secara jelas pada Pasal 111 ayat (1) dan (2) huruf a dan b Perpol Nomor 7 Tahun 2022 yang menyatakan, terhadap terduga pelanggar KKEP yang diancam dengan sanksi PTDH diberikan kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu sebelum pelaksanaan sidang KKEP dan pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi memiliki masa dinas paling sedikit 20 tahun dan memiliki prestasi, kinerja yang baik, dan berjasa kepada Polri, bangsa dan negara sebelum melakukan pelanggaran,” tuturnya.

Arman menyadari kliennya saat ini tengah menghadapi proses hukum yang sangat berat. Akan tetapi, Arman berharap negara dapat mempertimbangkan jasa Ferdy Sambo selama menjadi anggota Polri.

“Kami sepenuhnya sadar bahwa Bapak Ferdy Sambo saat ini sedang berhadapan proses hukum yang sangat berat, namun di saat yang sama kami juga berharap para pihak terkait khususnya negara dapat memperhatikan pengabdian, dan jasa-jasa klien kami selama menjadi anggota Kepolisian Republik Indonesia secara proporsional,” ucap Arman.

Dia pun menegaskan, bahwa gugatan Ferdy Sambo ke PTUN merupakan hal yang biasa dan merupakan hak konstitusional yang diberikan negara kepada warga negara.

“Proses peradilan pidana dan upaya hukum di PTUN yang dijalani Bapak Ferdy Sambo adalah dua objek yang berbeda dan seyogyanya tidak perlu untuk dikaitkan secara berlebihan,” pungkasnya.

Gugatan Ferdy Sambo tersebut tertuang dalam website PTUN Jakarta, Jumat (29/12). Gugatan itu terdaftar dengan nomor 476/G/2022/PTUN.JKT. Duduk sebagai tergugat adalah Presiden RI dan Kapolri.