Foto: Ilustrasi

JAKARTA – AKBP Bambang Kayun diduga terima uang hingga Rp 56 miliar. Bambang Kayun telah ditahan KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi.

AKBP Bambang Kayun ditahan dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).

Uang tersebut diterima Bambang Kayun secara bertahap dari sejumlah pihak, termasuk dari yang berperkara dalam kasus perebutan hak ahli waris PT ACM.

Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan, kasus ini berawal dari laporan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM ke Bareskrim Polri. Adapun yang menjadi terlapor atas nama Emilya Said (ES) serta Herwansyah (HW).

Emilya dan Herwansyah lalu diperkenalkan dengan Bambang Kayun selaku Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri. Ketiganya lalu bertemu di sebuah hotel sekitar Mei 2016 lalu.

“Dari kasus yang disampaikan ES dan HW ini, tersangka BK kemudian diduga menyatakan siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang,” kata Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Diungkapkan, Bambang Kayun menerima uang suap secara bertahap. Uang diberikan secara transfer oleh Emilya dan Herwansyah senilai Rp 5 miliar berkaitan dengan pemalsuan surat dimaksud.

Lalu, Bambang Kayun juga diduga menerima satu unit mobil mewah pada Desember 2016 lalu. Model mobilnya ditentukan sendiri Bambang Kayun.

Selain itu, Bambang turut diduga menerima uang lagi senilai Rp 1 miliar dari Emilya dan Herwansyah.

“Tersangka BK menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp 50 miliar,” ungkap Firli Bahuri.

Firli Bahuri menegaskan, pihaknya akan terus mengembangkan segala informasi berkaitan dengan perkara yang melibatkan Bambang Kayun. Hal itu demi mengungkap tuntas kasus dimaksud.

Atas ulahnya, Bambang dijerat dengan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. **