Foto: Ilustrasi Kripto

JAKARTA – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengungkapkan presentase pengguna internet di Indonesia yang memiliki aset kripto cukup besar, yaitu 16,4 sampai 18,4 persen. Namun, popularitas dan nilai transaksi aset kripto mengalami penurunan sepanjang 2022.

“Hal ini menjadi suatu potensi pengelolaan aset kripto ke depan yang lebih baik,” tutur Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 4 Januari 2023.

Ia menuturkan total pelanggan terdaftar aset kripto naik dari 11,2 juta pada 2021 menjadi 16,55 juta pada 2022. Tetapi, nilai transaksi aset kripto pada 2022 kian menurun. Sepanjang Januari hingga November 2022, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp 296,66 triliun. Angka tersebut turun dari  Rp 859,4 triliun pada 2021.

“Artinya ada penurunan yang lebih dari 50 persen,” ujarnya.

Selain nilai transaksi, popularitas aset kripto juga menurun. Bahkan ia memprediksi pada 2023 akan terjadi crypto winter yang luar biasa. Didi merujuk pada data dari Statista Global Consumer Survey.

Berdasarkan survei tersebut, jumlah penduduk Amerika Serikat yang sudah berinvestasi pada aset kripto sebanyak 18 persen, namun total penduduk yang berencana melanjutkan investasinya hanya 15 persen. Padahal sebelumnya pada tahun 2020 popularitas pemilik aset kripto naik, dari 8 persen menjadi 11 persen.

Kendati popularitas aset kripto menurun, Didi memprediksi pada 2023 aset kripto akan kembali bangkit atau reborn meski tidak terlalu cepat. “Winter ini nggak selesai-selesai. Tampaknya masih mendekati titik yang paling bawah, artinya 2023 walaupun tidak semakin memburuk tetapi untuk reborn itu masih belum sepenuhnya,” kata Didid.

Menurut Didid, pemerintah perlu memperbaiki ekosistem Perdagangan aset kripto Indonesia. Sebab, aset kripto juga dapat menjadi salah satu strategi pemerintah untuk memanfaatkan potensi ekonomi digital ini.

Hal tersebut sesuai dengan hasil riset Center of Economics and Law Studies (Celios) yang menunjukan aset kripto adalah salah satu dari tiga produk investasi utama di Tanah Air. Celios mencatat 21,1 persen respondennya berinvestasi pada aset kripto, kemudian 21,7 persen pada saham, dan 29,8 persen dalam reksadana, dengan rata-rata penempatan dana Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta rupiah.

“Perdagangan aset kripto dapat mempercepat, menciptakan, dan mendorong upaya pengembangan ekonomi digital Indonesia pada 2030 mendatang,” tutur Didid. **