JAKARTA, Eranasional.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai tangisan yang diperlihatkan terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, dalam sidang tidak banyak berpengaruh terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau Majelis Hakim dalam menyusun tuntutan dan putusan akhir atau vonis.
“Kaitannya dengan tuntutan saya kira tidak berpengaruh karena tuntutan JPU maupun putusan Hakim pasti akan didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,” kata Abdil, Kamis (12/1/2023).
“Bukan pada keadaan terdakwa yang menangis karena menyesali kejadian atau menyesali takdir yang menimpanya,” sambungnya.
Dia menilai, tangisan Ferdy Sambo dan Putri dalam persidangan lebih disebabkan karena mereka meratapi nasib mereka saat ini karena dibui dan menjadi sorotan masyarakat.
“Menangisnya FS (Ferdy Sambo) dan PC (Putri Candrawathi) saya kita konteksnya peristiwa secara keseluruhan yang menyebabkan mereka duduk di kursi pesakitan, sebagai terdakwa. Mereka tidak menyangka akan tragis seperti ini, karena itu mereka menangis,” ujarnya.
Dalam pemeriksaan sebagai terdakwa pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (10/1) kemarin, Ferdy Sambo menitikkan air mata ketika menjawab sejumlah pertanyaan Hakim.
Suara mantan Kadiv Propam Polri itu bergetar ketika Majelis Hakim mendalami soal ceritaan dugaan pemerkosaan terhadap Putri yang diduga dilakukan Yoshua di rumah pribadinya di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022 lalu.
“Saya mohon maaf Yang Mulia, saya juga tidak mungkin mengarang cerita bahwa istri saya diperkosa. Apa manfaatnya buat saya Yang Mulai,” kata Sambo saat itu.
Dia meyakini peristiwa itu benar terjadi, sehingga berujung pada peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir Yoshua.
Ferdy Sambo juga menangis ketika disinggung tentang nasib keempat anaknya saat ini ketika kedua orang tuanya ditahan di dalam penjara. “Saya enggak kuat,” ucap Ferdy Sambo lirih.
Tinggalkan Balasan