LPG 3 Kg hanya untuk masyarakat miskin

JAKARTA, Eranasional.com – Pemerintah akan membatasi penjualan LPG 3 Kg hanya pada penyalur-penyalur resmi. Artinya, penyaluran melalui pengecer seperti warung-warung kecil tak akan ada lagi.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, target pembatasan itu akan dilakukan secara bertahap. Seiring dengan pendataan masyarakat yang dinilai pantas membeli LPG 3 Kg bersubsidi.

Dengan demikian, pemerintah meminta Pertamina untuk meningkatkan pengawasan di lapangan dari tingkat agen hingga pangkalan. Menteri ESDM Arifin Tasrif sendiri disebut telah mengirimkan surat terkait hal tersebut.

“Kita sudah ada surat dari Pak Menteri ke Pertamina untuk memperhatikan pengawasan itu, sampai ke konsumen,” ujar Tutuka dalam keterangannya dikutip, Kamis (12/1/2023).

Tindak lanjut yang harus dilakukan Pertamina adalah menambah sub penyalur. Ke depan, tidak ada lagi pengecer karena masyarakat langsung membeli LPG 3 Kg ke sub penyalur. Agar data konsumen akurat, nantinya akan digunakan sistem informasi, tidak ada lagi pencatatan secara manual.

“Pencatatannya menggunakan sistem informasi, tidak manual. Nah kalau dari sub penyalur itu bisa tepat sasaran, kita bisa mengatakan sistem itu lebih baik karena sampai langsung ke konsumen,” tegasnya.

Langkah ini merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan LPG bersubsidi agar tepat sasaran. Mengacu pada data yang juga tengah dikumpulkan dan diperbarui pemerintah.

  1. Pendataan

Pekerja menata tabung gas LPG 3 kg untuk dijual kembali di kawasan Jakarta, Rabu (4/1/2023). Tahun 2023, pembelian LPG 3 kg akan diperketat dengan menggunakan KTP.

Tutuka menjelaskan, terdapat beberapa tahapan dalam transformasi subsidi LPG 3 kg tepat sasaran. Namun tahapan yang paling krusial adalah pendataan konsumen. Acuan yang digunakan adalah data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

“Kita uji coba data P3KE karena kita melihat kalau sumber data P3KE lebih bersejarah. P3KE itu kan sumbernya data BKKBN dan selalu diupdate sehingga harapannya lebih akurat,” paparnya.

Sejak Oktober 2022, telah dilakukan uji coba penggunaan sistem merchant apps lite di sub penyalur dalam rangka pendataan konsumen. Uji coba dilakukan pada masing-masing satu kecamatan di Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Batam, Semarang, dan Mataram.

Di wilayah-wilayah tersebut, konsumen menyebutkan NIK sebelum melakukan pembelian LPG bersubsidi. Konsumen yang telah tercatat dalam data P3KE dapat langsung bertransaksi. Sedangkan konsumen yang belum tercatat dapat mengisi data pada MAP Lite dengan bantuan pangkalan.

Proses ini hanya perlu dilakukan satu kali dan selanjutnya konsumen dapat bertransaksi seperti biasa. Tutuka melanjutkan, selama masa uji coba semua konsumen yang terdata dapat membeli LPG 3 kg bersubsidi.

“Tidak ada pembatasan untuk Rumah Tangga dan Usaha Mikro yang menggunakan LPG untuk memasak,” tegasnya.

  1. Pengusaha Dukung

Pekerja menata tabung gas LPG 3 kg untuk dijual kembali di kawasan Jakarta, Rabu (4/1/2023). Pembelian menggunakan KTP ini diterapkan agar pembelian LPG 3 kg dapat dinikmati oleh masyarakat yang berhak atau tepat sasaran.

Pertamina Patra Niaga akan menjalankan uji coba pembelian Liquid Petroleum Gas (LPG) 3 kg atau LPG Subsidi dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Rencana ini didukung oleh para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bidang ESDM Sammy Hamzah menjelaskan, semangat atau tujuan dari program beli LPG 3 Kg wajib pakai KTP ini sangat bagus yaitu agar subsidi lebih tepat sasaran. Oleh karena itu, selama kebijakan ini akan berjalan baik, maka pengusaha sangat mendukung.

“Implementasi tepat sasaran itu sendiri kalau memang implementasinya nanti lancar dan memang mengalami perbaikan subsidi kepada orang-orang yang memang berhak, industri akan mendukung,” ujar Sammy dalam konferensi pers “Outlook Ekonomi 2023” di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

  1. Subsidi Tak Tepat

Pekerja menata tabung gas elpiji 3 kg ke atas sepeda motor untuk didistribusikan di kawasan Jakarta, Rabu (4/1/2023). Tahun 2023, pembelian elpiji 3 kg akan diperketat dengan menggunakan KTP.

Pemberian subsidi tidak tepat sasaran disebabkan dua faktor umum. Pertama, subsidi yang memang salah sasaran seperti subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kedua, penyalahgunaan subsidi.

“Barang yang disubsidi dijual dengan harga yang lebih mahal,” ungkapnya.

Dengan kebijakan pemerintah melalui Pertamina sebagai perusahaan milik negara, maka sudah sepatutnya langkah tersebut didukung masyarakat.

Lagipula, fungsi KTP saat ini sudah terintegrasi dengan nomor objek wajib pajak (NPWP) dengan demikian, setidaknya akan mudah bagi Pertamina memverifikasi patut tidaknya seseorang mendapatkan subsidi gas LPG 3kg.

“Kita harus bersama-sama mendukung subsidi itu,” pungkasnya.

Emak-emak pun menolak

Sayangnya rencana kebijakan ini menuai penolakan, terutama dari kalangan rumah tangga. Larangan menjual gas melon dianggap malah merepotkan ibu rumah tangga.

“Kok jadi repot banget sih sekarang, masa beli gas saja harus ke agen resmi,” ungkap Fatimah, salah satu warga di Tanjung Priok, Jakarta Utara mengutip merdeka.com, di Jakarta, Jumat (13/1).

Sebagai warga yang tinggal di perkampungan, Fatimah tak setuju dengan kebijakan tersebut. Sebab lokasi agen resmi dari rumah sangat jauh dan sudah terbiasa membeli gas di warung sebelah rumahnya.

“Repot buat ibu rumah tangga yang tinggal di daerah kampung kalau cara beli gasnya kaya gitu karena kita sudah terbiasa beli gas di warung-warung,” kata dia.

Apalagi, dia mengaku tidak bisa mengendarai kendaraan bermotor. Akan semakin merepotkan jika hanya di jual di agen resmi yang lokasinya jauh dari pemukiman warga. “Saya enggak bisa bawa kendaraan jadi harus jalan kaki belinya. Kalau agennya deket dari rumah, kalau jauh, bingungkan,” kata dia.

Tak Sanggup Jalan Kaki

Keresahan yang sama juga diungkapkan Yayah, ibu rumah tangga di Kemayoran. Hampir setiap minggu dia membeli gas LPG 3 Kg di warung dekat rumah.

Jika penjualan gas LPG melon dilarang, dia tak sanggup harus berjalan kaki ke agen resmi Pertamina. “Kok enggak boleh? Jadi jauh dong kalau beli. Saya kan enggak bisa bawa motor,” ungkap Yayah saat dihubungi terpisah.

Dia pun menolak rencana pembatasan penjualan gas LPG 3 Kg ini. Sebab kebijakan ini malah membuat kalangan ibu-ibu menjadi repot. Terlebih dia kerap mendapatkan pesanan makanan untuk ibu-ibu posyandu. Dia harus memasak dari jam 4 pagi.

“Kalau lagi gas tiba-tiba habis, agen belum buka, nanti pesanan saya gimana. Kalau ada di warung kan bisa diketok kalau belum buka juga,” kata dia.

Keduanya pun berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kebijakan ini. Sebab pembatasan yang dilakukan bisa berdampak bagi ibu-ibu rumah tangga yang selama ini terbiasa membeli di warung dekat rumah. “Ya mudah-mudahan enggak jadi deh, biar kita gak repot,” pungkasnya. **