Massa buruh yang berdemo terkait penolakan pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, telah berkumpul di Patung Kuda

JAKARTA, Eranasional.com – Ribuan buruh berbagai elemen kembali menggeruduk Istana Negara untuk menyatakan penolakannya terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.

Dalam demonstrasi itu, Presiden Konfrederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, bahwa Perppu itu akan sangat merugikan buruh.

“Jumlah peserta aksi diperkirakan lebih dari 10 ribu orang, Penolakan ini didasari setelah mempelajari isi perppu, sangat merugikan kepentingan kaum buruh, petani, nelayan, miskin kota, kaum guru dan tenaga honorer, pekerja rumah tangga dan juga kelas pekerja lainnya,” ujar Said kepada wartawan di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1).

Iqbal menyoroti ada 9 isu penting dalam Perppu Cipta Kerja yang dianggap akan sangat merugikan kaum buruh, yaitu tentang upah minimum, tentang outsourcing, karyawan kontrak, pesangon, PHK, pengaturan jam kerja, pengaturan cuti, tenaga kerja asing, hingga penghapusan sanksi pidana yang dihapuskan untuk perusahaan.

“Sikap Partai Buruh terhadap Perppu No 2 tahun 2022 meminta kepada bapak presiden dan DPR RI untuk kembali kepada isi undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 (Tentang Ketenagakerjaan),” tegasnya.

Dalam UU Ketenagakerjaan itu, kata Iqbal, perlindungan terhadap buruh sudah cukup baik daripada dengan Perppu Ciptaker. Ia mencontohkan pada bagian upah minimum, Dalam Perppu Cipta kerja, penentuan upah minimum hanya didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks harga tertentu.

“Di seluruh dunia tidak ada upah minimun itu pakai indeks-indeks tertentu karena ukuran indeks tertentu sulit untuk mengukur secara metode ilmiah,” jelasnya

“Yang ada dua ukuran, satu, menggunakan makro ekonomi, berarti inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Itulah yang diminta oleh partai buruh dan konstituennya agar penghitungan upah minimum menggunakan standar internasional inflasi plus pertumbuhan ekonomi,” tegas Iqbal.

Lebih jauh lagi, ia meminta agar penentuan upah minimum juga didasarkan pada standar kebutuhan hidup layak di daerah tersebut.