Kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak.

JAKARTA, Eranasional.com – Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan keluarga Yoshua memaafkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan meminta agar dituntut hukuman lebih ringan.

“Betul (orang tua Yoshua meminta hukuman ringan) Karena dia kan ada motif mau dapat uang sama melaksanakan perintah karena pengalamannya masih kurang, masih muda. Tetapi dia kembali ke jalan yang benar maka pihak keluarga memaafkan,” kata Kamaruddin Simanjuntak saat dihubungi, Minggu (15/1/2023).

Kamaruddin mengungkapkan alasan keluarga meminta tuntutan hukuman yang lebih ringan karena Richard sudah jujur dan terus terang dalam mengungkapkan kasus ini. “Keluarga telah memaafkannya,” tutur Kamaruddin.

Menurut Kamaruddin, pihak keluarga juga memberikan kesempatan kepada terdakwa Ferdy Sambo agar berterus terang, namun hal tersebut tidak digubris oleh Ferdy Sambo. Keluarga Yoshua pun berharap Ferdy Sambo dituntut hukuman mati.

“Harapannya supaya terpenuhi kepastian hukum keadilan dan manfaatnya,” tegas Kamaruddin.

Menurut Kamaruddin, Ferdy Sambo telah memberikan keterangan berbelit-belit dan tidak megakui kesalahannya sehingga keluarga Yoshua meminta ia dihukum seberat-beratnya. “Sesuai dengan Pasal 340,” ujar Kamaruddin.

Hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan membacakan tuntutan terhadap terdakwa perkara pembunuhan berencana Yosua.

Jaksa akan menuntut Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf. Pada Oktober lalu, mereka didakwa dengan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini menjadi terang setelah Richard Eliezer, penembak Yoshua, mengaku kepada tim khusus Bareskrim Polri tentang pembunuhan Yosua. Saat ini Richard Eliezer berstatus justice collaborator Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Richard mengatakan Ferdy Sambo menyampaikan detail skenario palsu yang telah dia susun agar kematian Yosua terkesan akibat upaya bela diri oleh Richard Eliezer.

Dalam skenario itu, menurut Richard, Sambo telah menyebut peristiwa itu terjadi di rumah Komplek Duren Tiga.

“Jadi gini Chad, lokasinya di 46 (nomor rumah dinas). Nanti di 46 itu Ibu dilecehkan oleh Yosua, terus Ibu teriak kamu respons, terus Yoshua ketahuan. Yoshua tembak kamu, kau tembak balik Yoshua, Yoshua yang meninggal,” kata Richard menirukan skenario palsu yang dipersiapkan Sambo.

Richard mengatakan saat itu Ferdy Sambo menyampaikan jelas perintahnya dan memastikan Putri Candrawathi mendengarnya. Kemudian Ferdy menjelaskan kembali skenarionya dan menguatkan Richard.

“Sudah kamu enggak usah takut karena posisinya itu pertama kamu bela Ibu. Yang kedua kamu bela diri karena dia nembak duluan,” kata Richard mengulangi omongan Ferdy Sambo.

Richard mengaku Putri Candrawathi saat itu sempat berbicara dengan Ferdy Sambo. Meski terdengar samar, Richard mengaku mendengar Putri menyinggung soal CCTV dan sarung tangan.

Richard bahkan melihat Ferdy Sambo sudah mengenakan sarung tangan hitam dan memberikannya sekotak amunisi 9 milimeter, serta memerintahkannya mengisi amunisi pistol Glock-17 miliknya.

Eksekusi Yoshua berlangsung antara pukul 17.11 WIB sampai dengan 17.16 WIB ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga.

Ferdy Sambo memegang leher belakang Yoshua dan mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai satu. Yoshua berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sementara Kuat Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo, dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yoshua melawan.

Kuat Ma’ruf juga menyiapkan pisau yang ia bawa dari Magelang untuk berjaga-jaga apabila Yoshua melawan. Adapun Putri Candrawathi berada di kamar lantai satu yang hanya berjarak tiga meter dari posisi Brigadir J.