JAKARTA, Eranasional.com – Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo, diperkirakan akan melakukan perlawanan dengan membongkar pelanggaran yang dilakukan para perwira polisi jika sampai dijatuhi vonis mati dalam kasus itu.
“Ferdy Sambo sedang memperjuangkan hidup dan matinya. Kalau dia mendapatkan ancaman hukuman mati, perlawanannya akan mengeras,” kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, dikutip dari stasiun TV swasta, Senin (23/1/2023).
Menurut Sugeng, Sambo tidak akan segan membuka pelanggaran para polisi jika dirinya dihukum mati. Sebab jabatan terakhir Ferdy Sambo adalah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri yang menangani pelanggaran profesi para polisi.
Dia memperkirakan jika Ferdy Sambo sampai divonis mati dan melawan maka akan terjadi kegaduhan baru yang menyeret petinggi-petinggi Polri. “Apalagi dia mantan Kadiv Propam yang tugasnya sehari-hari adalah menindak anggota polisi, termasuk perwira-perwira tinggi yang melanggar, dia akan membuka itu habis-habisan,” ujarnya.
Sugeng membenarkan tentang adanya upaya gerilya dari sejumlah kalangan supaya Ferdy Sambo diberi keringanan hukuman. Bahkan menurut Sugeng, IPW sudah mencium gelagat itu sejak awal kasus pembunuhan berencana Yoshua terkuak.
“Melakukan lobi-lobi yang mengarah kepada pemberian sejumlah uang, bahkan lobi politik, bahkan melakukan perlawanan-perlawanan, kami mendapatkan informasi itu,” ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pekan lalu Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup. Sementara Richard Eliezer (Bharada E) dituntut penjara 12 tahun. Kemudian istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi serta ajudannya, Ricky Rizal Wibowo dan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf masing-masing dituntut 8 tahun penjara.
JPU menganggap kelima terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Selain itu, Ferdy Sambo juga dianggap terbukti melanggar dakwaan kedua pertama primer yakni Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini hanya Richard yang dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK juga mengajukan permohonan supaya Richard dipertimbangkan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC), karena pengakuannya membongkar skenario di balik kasus itu.
Akan tetapi, saat ini LPSK terlibat perdebatan dengan Kejaksaan Agung setelah Richard dituntut 12 tahun penjara. Sebab JPU menilai Richard sebagai pelaku utama karena mengakui menembak Yoshua atas perintah Ferdy Sambo, sehingga dinilai tidak layak untuk ditetapkan sebagai saksi pelaku.
Tinggalkan Balasan