Lebih lanjut, Saiful menilai, perlu ada jarak yang cukup lebar di antara elektabilitas kedua calon demi mengantisipasi tensi politik yag bisa memanas di tengah masyarakat.
“Kalau tipis, hanya ribuan, itu seperti pemilihan umum di Amerika Serikat tahun 2000. Ketika itu, Al Gore melawan Bush junior hanya ditentukan di sebuah daerah pemilihan di Florida dan jumlah pemilihnya hanya ratusan. Itu membuat ketegangan dan tensi sosial memanas selama berbulan-bulan,” kata dia.
Adapun SMRC memprediksi Ganjar dan Anies bakal melaju ke pilpres putaran kedua karena hanya mereka yang elektabilitasnya menunjukkan tren positif.
Hasil survei SMRC menunjukkan, elektabilitas Anies merangkak naik dari 23,5 persen pada Maret 2021 menjadi 26,1 persen pada Desember 2022.
Setali tiga uang, elektabilitas Ganjar juga terus meningkat, bahkan penambahannya lebih besar dibandingkan Anies, yakni dari 25,5 persen pada Maret 2021 menjadi 33,7 persen pada Desember 2022.
Sementara itu, tingkat keterpilihan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang sempat menempati posisi teratas dengan 34,1 persen pada Maret 2021 terus melorot hingga berada di angka 26,1 persen pada Desember 2022.
“Kalau melihat tren ini, maka Anies kemungkinan akan berhadapan dengan Ganjar di putaran kedua. Ini seperti pilpres pertama kita 2004. Calonnya lebih dari dua sehingga terjadi dua putaran,” kata Saiful.
Tinggalkan Balasan