Muhajir Habibie, PNS muda di Mahkamah Agung (MA) yang disebut-sebut sebagai perantara pengaturan putusan hukum di MA. (Foto: Facebook Muhajir Habibie)

JAKARTA, Eranasional.com – Masih berusia 36 tahun, Muhajir Habibie didakwa menjadi perantara suap sejumlah perkara di Mahkamah Agung (MA). Tugasnya menjadi tim penghubung antara pihak berperkara dengan Hakim Agung.

Disebut-sebut, uang dari pihak berperkara mengalir melalui Muhajir Habibie hingga sampai ke tangan Hakim Agung.

Dalam dakwaan KPK yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (SIPP PN) Bandung, Selasa (14/2), Muhajir sehari-hari bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di MA bagian Staf Kepaniteraan.

Pria kelahiran 4 Juni 1987 ini tinggal di Bina Indung Pondok Gede Bekasi dan Apartemen Rasuna Tower, Jakarta Selatan.

Muhajir menghabiskan masa kecilnya di Makassar, Sulawesi Selatan, dan mulai menapakan kaki di Jakarta ketika meneruskan sekolahnya ke tingkat SMP pada tahun 2002.

Muhajir tercatat sebagai alumni SMAN 79 Jakarta Selatan pada 2005. S1 nya di STMIK Dipanegara diselesaikan pada 2010. Setelah itu ia menjadi PNS MA dengan posisi bergant-ganti.

Pada 1 Januari 2011 hingga 21 Mei 2012 dia ditempatkan sebagai Staf Kepaniteraan. Lalu, pada 12 Juni 2020 dia ditugaskan di bagian Analis Data dan Informasi Kepaniteraan.

Jabatan terakhirnya adalah Pranata Peradilan Ahli Muda Kepaniteraan yang diembannya sejak tanggal 26 November 2021.

Muhajir Habibie disebut-sebut menjadi perantara suap di empat kasus yakni:

1. Kasus Pailit Rumah Sakit di Makassar

Diceritakan Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa memesan alat kesehatan kepada PT Mulya Husada Jaya pada 12 Juli 2019. Pembayaran dicicil dengan agunan 2 sertifikat tanah dan bangunan. Nilai kredit Rp2,3 miliar.

Singkat cerita, RS Sandi Karsa tidak bisa membayar utangnya dengan lancar. Akhirnya PT Mulya Husada Jaya mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Neger (PN) Makassar pada awal 2022.

Sebagai kreditur kedua yaitu PT Internusa Dua Medika yang memiliki piutang Rp1 miliar. Pada 24 Maret 2022, PN Makassar mengabulkan permohonan PKPU PT Mulya Husada Jaya.

“Selanjutnya atas putusan tersebut dilakukan upaya perdamaian namun tidak membuahkan hasil,” demikian bunyi dakwaan itu.

Muhajir Habibie, PNS muda di Mahkamah Agung (MA) yang disebut-sebut sebagai perantara pengaturan putusan hukum di MA. (Foto: Facebook Muhajir Habibie)

Pada 23 Mei 2022, PN Makassar akhirnya menyatakan RS Sandi Karsa pailit dengan segala akibat hukumnya. Pihak yayasan mencari jalan agar rumah sakit itu tidak dinyatakan pailit. Melalui sejumlah orang, akhirnya pihak yayasan bertemu dengan Muhajir Habibie.

“Dalam pertemuan tersebut Wahyudi Hardi, perwakilan dari pihak yayasan, meminta kepada Muhajir Habibie untuk mengurus permohonan kasasi yang diajukannya agar Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa tidak dinyatakan pailit serta menyampaikan ada sejumlah uang yang disiapkan untuk pengurusan perkara.

“Atas permintaan tersebut Muhajir Habibie menyanggupi,” ungkap dakwaan Jaksa.

Pada 26 Juli 2022 permohonan kasasi masuk dan tercatat dalam register perkara Nomor: 1262 K/Pdt.Sus-Pailit/2022. Secepat kilat, Ketua Kamar Perdata MA, I Gusti Agung Sumanatha menunjuk Majelis Kasasi keesokan harinya, yaitu Ketua Majelis Takdir Rahmadi dengan anggota Nurul Elmiyah dan anggota Rahmi Mulyati.

2. Kasus Pailit Intidana

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana digugat nasabahnya untuk pailit. Oleh PN Semarang, gugatan itu ditolak. Si nasabah, Heryanto Tanaka, meminta pengacaranya, Yosef Parera, untuk mencari jalan pintas agar Intidana pailit.

Sekretaris MA Hasbi disebut Jaksa sebagai penghubung. Parera kemudian menghubungi PNS MA, Desy Yustria, dan estafet ke Muhajir Habibie. Lalu Muhajir Habibie naik lagi ke Majelis Kasasi, salah satunya Sudjadat Dimyati, melalui orang kepercayannya yang juga Hakim/Panitera pengganti, Elly.

“Selanjutnya, bertempat di ruang kerjanya, Terdakwa, Sudrajad Dimyati menerima pemberian uang sebesar 80.000 Dolar Singapura dari Elly Tri Pangestuti,” bunyi dakwaan Jaksa.

3. Kasus Pidana Intidana

Pengurus Intidana, Suparman Gandi, dilaporkan oleh Heryanto Tanaka ke kepolisian dengan pasal pemalsuan akta autentik. Suparman divonis lepas oleh PN Semarang.

Muhajir Habibie, PNS muda di Mahkamah Agung (MA) yang disebut-sebut sebagai perantara pengaturan putusan hukum di MA. (Foto: Facebook Muhajir Habibie)

Heryanto Tanaka meminta Parera mencari jalan agar Suparman bisa dipenjara. Akhirnya Muhajir Habibie mengkondisikan perkara itu dan uang disebut sampai Gazalba sebesar Rp800 juta. Suparman akhirnya divonis 5 tahun penjara.

KPK akhirnya membebaskan Suparman Gandi setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah Hakim MA.

4. Sengketa rumah di Kalibata, Jakarta Selatan

Jual beli rumah seluas 400 meter persegi di Kalibata, Jakarta Selatan, sampai ke pengadilan. Pihak penjual menggugat pembeli karena belum lunas membayar tapi Sertifikat Hak Milik (SHM) sudah berganti nama. Di tingkat pertama dan banding, penjual menang. Di tingkat kasasi, berubah. Sudrajat Dimyati memenangkan pembeli.

Pada sore harinya, Muhajir Habibie memerintahkan pegawai honorer MA, Ahmad Fauzi, untuk menyerahkan dua amplop yang berisi uang dalam bentuk Dolar Amerika Serikat (AS) setara Rp800 juta kepada Sudrajad Dimyati dan bagian Elly setara Rp100.000.000.

Selanjutnya bertempat di ruang kerja Sudrajad Dimyati, Ahmad Fauzi menyerahkan dua amplop tersebut kepada Elly, yang kemudian oleh Elly satu amplop yang berisi uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat setara Rp800 juta diberikan kepada Sudrajad Dimyati.