Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati karena terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. (Foto: Net)

JAKARTA, Eranasional.com – Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Menurut Fickar, hakim mampu menangkap rasa keadilan di tengah masyarakat.

“Itulah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang ditangkap oleh majelis hakim. Hakim sudah secara jelas menyatakan bahwa tidak ada hal yang meringankan sama sekali, bahkan tak melihat penyesalan, karena itu hukumannya maksimal mati,” ujar Fickar kepada wartawan, Selasa (14/2/2023).

Fickar mengatakan, hakim mampu bersikap independen dalam memutus perkara ini. Disebutkan, vonis lebih berat dari tuntutan jaksa penjara seumur hidup karena hakim sangat mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Sambo.

“Selain pejabat kepolisian yang notabene penegak hukum, juga yang menjadi korbannya orang dekat yang menjaga keluarga dan dirinya. Karena itu majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal mati, karena tidak ada lagi yang meringankan,” tandas Fickar.

Meskipun demikian, Fickar menilai Sambo masih bisa mengajukan upaya hukum banding atas vonis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia mengakui, hakim pengadilan tinggi pada tingkat banding bisa saja memutuskan lain, namun dia berharap mereka mampu menangkap rasa keadilan di masyarakat.

“Jadi sangat mungkin hakim pengadilan tinggi akan melihat dari perspektif yang lain Ferdy Sambo sudah cukup lama mengabdi pada negara dengan beberapa prestasi,” pungkas Fickar.

Diketahui, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukuman mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. Majelis hakim menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan istrinya Putri Candrawathi, ajudannya Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR serta sopirnya Kuat Ma’ruf.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan terhadap Ferdy Sambo di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,” kata Hakim Wahyu menambahkan.

Selain pembunuhan berencana, majelis hakim juga menyatakan Ferdy Sambo terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan anak buahnya, yakni Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria, dan Irfan Widyanto.

Sementara itu, Putri Candrawathi, divonis hukuman penjara selama 20 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

’’Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Hakim menyatakan bahwa Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.