Dia menjelaskan, proyek BTS sudah lama direncanakan. Proyek tersebut sangat penting bagi Indonesia.
“Proyek itu berlangsung sejak tahun 2006 sampe tahun 2019 berjalan bagus. Baru muncul permasalahan sejak anggaran tahun 2020, yaitu ketika proyek senilai Rp28 triliun sekian itu dicairkan dulu sebesar Rp10 triliun koma sekian pada tahun 2020-2021,” jelasnya.
Lanjut Mahfud, begitu masalah ditemukan pada 2020, kemudian diketahui Desember 2021 barang BTS tidak ada. Mahfud juga menyinggung soal perpanjangan pengadaan barang yang seharusnya tidak diperbolehkan oleh hukum.
“BTS-nya, tower-towernya tidak ada. Lalu dengan alasan sedang pandemi COVID minta perpanjangan, padahal uangnya sudah keluar tahun 2020-2021. Minta perpanjangan sampai Maret. Seharusnya itu tidak boleh secara hukum, lalu dilaporkan sekitar 1.100 tower dari 4.200 yang ditargetkan itu. Setelah diperiksa tidak sampai 1.100 tower, yang ada hanya 958,” ungkap Mahfud.
Setelah itu, ratusan tower BTS yang sudah jadi itu diperiksa. Namun dari sejumlah sampel yang diperiksa, tak ada barang yang berfungsi.
“Dari 958 itu begitu dicek 8 sampel semuanya tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi,” ujarnya.
“Tetapi diasumsikan dulu bahwa itu benar dan itu nilainya hanya sekitar Rp2,1 T. Sehingga ada penyalahgunaan dana atau ketidakjelasan dana yang tidak dipertanggungjawabkan dan nanti harus dipertanggungjawabkan di pengadilan itu sebesar Rp8 triliun koma sekian,” terang Mahfud.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan