“Hak gaji pokok kami seharusnya tetap dibayarkan oleh Kemenlu,” tegasnya.
Namun, ungkap Kusdiana, telah terjadi diskriminasi antar pegawai ASN Kemenlu. Di mana, di lain pihak pegawai ASN yang berasal dari instansi teknis atau pejabat atase teknis dan stafnya yang sama-sama ditugaskan ke luar negeri, selain menerima TPLN, juga tetap menerima gaji pokok di dalam negeri. Menurut dia, semestinya seluruh ASN diatur dalam UU yang sama.
Ia lalu mencontohkan berapa lama hak gaji pokok dalam negeri tidak dibayarkan oleh Kemenlu. Sebagai gambaran, salah seorang anggota FLAPK tidak digaji pokok dalam negeri selama 17,5 tahun.
“Salah seorang anggota pernah mendapat tugas di KJRI San Fransisco selama 54 bulan, KBRI Seoul (Korea Selatan) selama 53 bulan, PTRI Geneve 49 bulan, KJRI di Hongkong 54 bulan, total penugasan di luar negeri 210 bulan atau sekitar 17,5 tahun, gaji pokok dalam negerinya tidak dibayar,” tutur Kusdiana.
Pihaknya, kata Kusdiana, sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebanyak dua kali. Namun, tidak satu pun mendapatkan tanggapan dari sang presiden.
“Kami yakin surat-surat itu tidak sampai ke Bapak Presiden Jokowi,” ucapnya.
Upaya lainnya, FLAPK juga mengadukan ke Menko Polhukam. Pada awalnya, keluhan para eks ASN Kemenlu ini mendapat tanggapan positif. Dia dan rekan-rekannya diundang rapat untuk menggali permasalahan lebih detail. Namun, seiring waktu banyak kasus yang ditangani Menko Polhukam, proses penyelesaian permasalahan yang dialami FLAPK berjalan di tempat.
“Kami juga sudah berupaya menghubungi Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah untuk mengonfirmasi hal ini, tapi sampai sekarang belum direspon,” pungkas Kusdiana.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan