Menko Perekonomian Airlangga Hartarto usai diperiksa penyidik Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, Senin (24/7/2023) lalu.

JAKARTA, Eranasional.com – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyerahkan hasil kajian bedah kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam ekspor CPO atau minyak sawit mentah ke Jaksa Pidana Umum Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus tersebut menyeret nama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Koordinator Nasional Aliansi BEM SI Sayuthi mengatakan rekomendasi yang diberikan merupakan hasil bedah kasus yang melibatkan beberapa pakar hukum yaitu Mudzakir, Abdul Fickar, Boyamin Saiman, dan M Andreab Saefudin.

“Rekomendasi itu diserahkan pada Rabu (9/8) lalu. Kami melaporkan hasil bedah kasus penyalahgunaan wewenang dalam ekspor CPO ke Jampidsus karena ada temuan baru untuk mendukung data-data bahwa Menko Perekonomian AH (Airlangga Hartarto) membangkang terhadap perintah Presiden Jokowi,” kata Sayuthi dalam keterangan persnya yang diterima, Jumat (13/8/2023).

Dia menyebut salah satu bukti bahwa Airlangga membangkang perintah Presiden Jokowi yaitu terlihat dari hasil rapat terbatas (Ratas) pada tanggal 15 Maret 2022. Saat itu Jokowi meminta Ketua Umum Partai Golkar tersebut mencabut Harga Eceran (HET) minyak goreng dan menginstruksikan dan mewajibkan perusahaan pemasok ekspor CPO dari sebelumnya 20 persen menjadi 30 persen.

Namun dalam Ratas ke esokan harinya yang tidak dihadiri Menteri Perdagangan (Mendag) saat itu, Muhammad Lutfi, Airlangga Hartarto sebagai Menko Perekonomian malah mencabut HET dan Domestic Market Obligation (DMO).

Aturan yang dicabut Airlangga itu awalnya mewajibkan badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk menyerahkan sebagian minyak CPO bagiannya kepada negara melalui Badan Pelaksana, dalam rangka penyediaan CPO untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Padahal Presiden tidak memerintahkan untuk mencabut DMO, keputusan AH itu yang harus kita kawal. Karena pengambilan keputusan itu (cabut DMO) adalah pembangkangan kepada Presiden,” jelas Sayuthi.

Akibatnya, efek dari pembangkangan terhadap keputusan Presiden Jokowi itu membuat kelangkaan minyak goreng di masyarakat.

Dalam kasus ini, tiga perusahaan minyak sudah menjadi terdakwa karena melakukan ekspor ke luar negeri tanpa mengedepankan kebutuhan dan kepentingan rakyat Indonesia. Padahal, saat itu perintah Jokowi menaikkan kebutuhan minyak dalam negeri dari 20 persen menjadi 30 persen.

“Ekspor minyak goreng ke luar negeri secara membabi buta itu membuat rakyat sengsara. Oleh itu kami dari Aliansi BEM SI akan mengawal kasus ini sampai tuntas, siapapun yang terlibat harus diusut,” tegas Sayuthi.

Untuk diketahui, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi ekspor CPO tahun 2021-2022, Senin (24/7).

Usai diperiksa selama 12 jam, Airlangga mengaku dirinya dicecar 46 pertanyaan oleh penyidik.

“Saya telah menjawab 46 pertanyaan dan mudah-mudahan jawaban sudah dijawab dengan sebaik-baiknya,” kata Airlangga.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan maksud dari permintaan keterangan dari Airlangga Hartarto bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tindakan penanggulangan tindak pindana korupsi dalam proses ekspor CPO.

“Yang jelas, inti dari pemeriksaan kami adalah untuk mengetahui sejauh mana tindakan-tindakan penanggulangan dari Kemenko Perekonomian dalam rangka upaya untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng,” kata Kuntadi, Senin (24/7).

Kata dia, pemeriksaan terhadap Airlangga Hartarto untuk mendalami kaitan dengan Lin Che Wei terpidana dalam kasus ini.

Lin Che Wei sendiri telah divonis Mahkamah Agung (MA) 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta dalam putusannya 12 Mei 2023.

Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan. Pengadilan Tinggi DKI menguatkan putusan itu pada tingkat banding.

Lin Che Wei disebut membuat analisis realisasi beberapa perusahaan hingga Indra Sari Wisnu Wardhana selaku Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag memberikan izin ekspor ke beberapa pelaku usaha saat itu. Meski tanpa penugasan/penunjukan, ia berperan sebagai advisor atau sebagai analisis pada Kementerian Perdagangan.