Presiden Joko Widodo. (Foto: Staf Kepresidenan)

“Sudah lebih dari 400 tahun kita ini selalu mengekspor bahan mentah sejak VOC, kirim bahan mentah, kirim bahan mentah. Ya kita dapat, dapat uang tapi sangat kecil sekali,” ujarnya.

Kejadian serupa juga terjadi pada tahun 1970 dan 1980, saat komoditas yang dimiliki banyak oleh Indonesia tidak memberikan nilai tambah bagi penerimaan negara.

“Indonesia ini pernah booming minyak tahun ‘70-an tapi kita tidak mendapatkan nilai tambah dari sana. Tahun ‘80-an, saya ingat kita ini pernah booming kayu, hutan banyak yang dibabat tapi kita juga tidak mendapatkan nilai tambah dari sana,” tuturnya.

Kini pemerintah terus menggaungkan program hilirisasi untuk memberikan nilai tambah terhadap pendapatan negara. 

Jokowi memberikan contoh nyata, lompatan penerimaan negara setelah adanya kebijakan penghentian ekspor bijih nikel.

“Waktu ekspor bahan mentah ini sebelum tahun 2020, waktu ekspor bahan mentah [nikel] kita setahun itu hanya dapat kira-kira 2,1 billion US Dollar artinya kurang lebih hanya Rp 32 triliun, begitu dihilirisasi, diindustrialisasi menjadi 33,8 billion US Dollar. Dari Rp 32 triliun menjadi Rp 510 triliun kurang lebih, lompatannya berapa kali?” bebernya.