JAKARTA, Eranasional.com – Pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres yang mendampingi bakal capres Prabowo Subianto di Pilprea 2024 mendapat sorotan dunia internasional.

Majalah TIME menilai kepemimpinan yang diperlihatkan Jokowi di akhir masa jabatannya terdapat potensi kemunduran demokrasi di Indonesia.

Majalah TIME memperkirakan Jokowi akan dikenang sebagai Presiden RI yang mengantarkan kemunduran, bahkan demokrasi di Indonesia.

“Seiring dengan berakhirnya satu dekade pemerintahan Jokowi, dia mungkin akan lebih dikenang karena mengantarkan era baru, yakni kemunduran demokrasi,” tulis Majalah TIME dikutip dari akun instagramnya, Rabu (1/11).

Majalah TIME me-flashback perjalanan seorang Jokowi hingga menjadi Presiden RI pada Pilprea 2014 hingga 2024. Sosok Jokowi sempat menghadirkan optimisme seputar kondisi demokrasi yang bahkan dinilai berada di puncaknya.

Bahkan Jokowi sempat menjadi harapan lantaran bukan berasal dari kelompok elit politik. Namun harapan itu mulai sirna seiring manuver Jokowi di akhir masa kepemimpinannya.

“Pada saat dinasti-dinasti secara tradisional mendominasi arena politik Indonesia, naiknya Jokowi, yang merupakan seorang pengusaha kayu dan mebel sebelum menjadi Gubernur Jakarta, dielu-elukan sebagai sebuah mercusuar harapan,” tulis Majalah TIME.

Majalah TIME melihat Jokowi tengah berusaha membangun Ibu Kota Negara Nusantara sebagai warisan besarnya. Namun pembangunan ini justru dinilai sebagai warisan gelap Jokowi.

“Presiden Indonesia Joko Widodo pernah menjadi mercusuar harapan. (Dan sekarang) rencana pemindahan Ibu Kota Negara merupakan warisan kelam,” tegas Majalah TIME.

“Pada tautan di bio, pelajari rencana Jokowi untuk membangun ibu kota baru yang merupakan monumen kemunduran demokrasi di Indonesia,” pungkas Time.

Jokowi Pertontonkan Dirinya Merusak Demokrasi

Sementara itu, Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan Jokowi telah mempertontonkan dirinya kepada seluruh rakyat Indonesia bagaimana dirinya sebagai perusak demokrasi jelang berakhirnya masa jabatannya. Alasannya, menurut Gufron, Jokowi tengah berusaha membangun dinasti politik yang sarat dengan praktik kolusi dan nepotiame melalui pencawapresan Gibran, yang berpasangan dengan Prabowo di Pilpres 2024.

“Kemunduran demokrasi di akhir era pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bisa dan tidak boleh dibiarkan terus terjadi,” tegas Gufron dalam keterangan secara tertulis, Jumat (3/11).

Imparsial menilai laporan dua media internasional Handesblatt yang berbasis di Jerman dan TIME asal Amerika Serikat, soal politik dinasti dan kemunduran demokrasi sebagai persoalan politik yang nyata-nyata terjadi di Indonesia dan sulit untuk dibantah.

Tudingan Jokowi sedang membangjmun dinasti politik mencuat setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan putra sulung Jokowi yang masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming untuk berkompetisi pada Pilpres 2024.

MK memutuskan untuk menerima sebagian gugatan uji materi soal batas usia minimal capre dan cawapres yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru.

Dalam putusannya, MK menyatakan batasan usia minimal 40 tahun bagi capres dan cawapres melanggar UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Artinya, seseorang yang berusia di bawah 40 tahun tetap bisa menjadi capres atau cawapres dengan syarat pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilihan Umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman adalah ipar dari Jokowi atau paman dari Gibran.

Jokowi mendapatkan kritikan dari sejumlah elemen karena dianggap ingin melanggengkan dinasti politik saat sedang berkuasa.

Menurut Gufron, untuk merespon realitas politik saat ini dibutuhkan adanya bangunan gerakan pro demokrasi untuk menyelamatkan demokrasi. Salah satunya dengan menjadikan politik elektoral sebagai momentum dan media untuk mengoreksi semua kebijakan dan langkah politik Jokowi memundurkan capaian politik reformasi 1998. (*)