JAKARTA, Eranasional.com – Pengajuan eksepsi mantan Komisaris PT PT Wijaya Karya (Wika) Beton, Dadan Tri Yudianto ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dadan Tri diduga menjadi perantara suap kepada Sekretaris Mahkamah Agung (MA) saat itu, Hasbi Hasan agar bisa mengondisikan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang tengah ditangani MA.
“Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa Dadan Tri Yudianto tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Teguh Santoto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengatakan telah mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK atas nota keberatan yang disampaikan tim penasihat hukum Dadan Tri.
Setelah mempertimbangkan keberatan dan tanggapan dari kedua belah pihak, majelis hakim menyatakan surat dakwaan penuntut umum tanggal 19 Oktober 2023 telah memenuhi ketentuan sebagaimana Pasal 143 Ayat 2 huruf a dan b UU nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Oleh sebab itu, majelis hakim tidak dapat menerima nota keberatan Dadan Tri lantaran telah masuk pokok perkara.
“Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara terdakwa Dadan Tri Yudianto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut,” kata hakim.
Usai persidangan, Koordinator Tim Hukum Dadan Tri, Willy Lesmana Putra menyatakan pihaknya menghormati putusan majelis hakim tersebut. Kata dia, pada sidang selanjutnya akan memasuki materi pokok perkara, dan pihaknya akan menghadirkan saksi-saksi.
Sebelumnya, dalam nota keberatan, Tim Penasihat Hukum Dadan Tri menilai bahwa surat dakwaan JPU KPK yang menyebutkan kliennya memberikan uang Rp3 miliar untuk Hasbi Hasan di Gedung MA, tidak jelas atau kabur alias obscuur libel.
Menurut pihak Dadan Tri mengklaim, penarikan Rp3 miliar melalui Naila Fitri dan Bagus Dwi Cahya merupakan dana yang akan dipinjam oleh Tenaga Ahli PD Pasar Jaya, Rosario de Marshall alias Hercules. Hal ini juga tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Naila Fitri dan Bagus Dwi Cahya di KPK pada 8 Juli 2023.
Selain itu, kubu Dadan Tri juga mengklaim, cara tindak pidana dilakukan oleh kliennya di surat dakwaan terkait pendistribusian dana sebesar Rp11,2 miliar juga tidak diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap.
Mereka juga berpandangan, JPU KPK telah melakukan konstruksi perkara sedemikian rupa dengan manipulatif atas keadaan sebenarnya sehingga menyesatkan atau misleading.
Dalam perkara ini, Hasbi Hasan disebut menyanggupi membantu pengurusan perkara kasasi KSP Intidana yang tengah bergulir di MA.
Pengurusan melalui Hasbi Hasan dilakukan lewat Dadan Tri Yudianto dengan nilai suap Rp15 miliar yang dikemas seolah-olah ada perjanjian kerja sama bisnis skincare.
Berdasarkan surat dakwaan Jaksa KPK, uang penanganan perkara yang disetujui oleh debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka sebagai pihak yang ingin menang adalah Rp11,2 miliar.
Untuk proses penanganan perkara ini, Dadan menjembatani Tanaka bertemu dengan Hasbi Hasan guna mengondisikan perkara KSP Intidana.
Dadan Tri disebut dikenalkan dengan Hasbi Hasan oleh istrinya, Riris Riska Diana pada tahun 2022. Usai perkenalan itu, Dadan Tri dan Hasbi Hasan aktif melakukan komunikasi.
Singkat cerita, seseorang bernama Timothy Ivan Triyono menemui Dadan yang diketahui mengenal banyak pejabat, salah satunya Hasbi Hasan.
Kemudian, Dadan mengajak istrinya menemui Hasbi Hasan untuk meminta bantuan mengurus perkara kasasi pidana Nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman tersebut dikabulkan sebagaimana keinginan Heryanto Tanaka.
“Atas permintaan terdakwa tersebut, Hasbi Hasan menyanggupinya,” kata Jaksa KPK.
Terkait hal ini, Hasbi Hasan diduga menerima jatah Rp3 miliar untuk mengondisikan perkara kasasi KSP Intidana.
Tak hanya itu, Hasbi Hasan disebut juga menerima tiga tas mewah dengan harga keseluruhan sekitar Rp250.000.000 lantaran membantu pengurusan perkara kasasi KSP Intidana.
Atas perbuatannya, Dadan Tri Yudianto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf dan Pasal 11 a Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Perkara ini merupakan rangkaian kasus suap jual beli perkara di MA yang dibongkar KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada September tahun lalu. (*)
Tinggalkan Balasan