JAKARTA, Eranasional.com – Mantan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo menceritakan pengalamannya dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena mengusut korupsi megaproyek e-KTP yang menyebabkan Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto (Setnov) dijebloskan ke dalam penjara.
Awalnya Agus menceritakan dirinya dipanggil Jokowi seorang diri tanpa empat komisioner KPK lainnya ke Istana Negara, Jakarta.
“Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Saya heran, biasanya dipanggil berlima. Dan, dipanggilnya bukan (masuk pintu) melalui wartawan,” kata Agus dalam program Rosi, Kompas TV, Kamis, 30 November 2023 malam.
Begitu di dalam Istana Negara, Agus menyebutkan Presiden Jokowi berteriak dengan mengucapkan kalimat ‘Hentikan!’.
Agus yang mendengar teriakan Jokowi itu bingung dengan maksud ucapan sang presiden. Belakangan dia mengetahui yang dimaksud Jokowi adalah menghentikan pengusutan korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
“Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang diminta dihentikan itu adalah kasus Setnov, Ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus e-KTP,” ungkap Agus.
Namun, dia tidak menuruti permintaan Jokowi untuk menghentikan kasus tersebut. Apalagi, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan.
“Sprindik dikeluarkan tiga minggu sebelumnya. Saat itu KPK tidak memiliki kewenangan meng-SP3-kan kasus, jadi tidak mungkin saya menghentikannya,” jelasnya.
“Karena tugas di KPK seperti itu, makanya saya tidak perhatikan (perintah Jokowi) itu. Saya jalan terus,” sambung Agus Rahardjo.
Korupsi e-KTP
Untuk diketahui, kasus e-KTP berawal saat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di tahun 2009 merencanakan pengajuan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP selesai di tahun 2013. Proyek tersebut merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan Indonesia.
Lelang e-KTP dimulai tahun 2011 dan diindikasikan bermasalah karena ditemukan terjadi mark up anggaran.
KPK kemudian menemukan adanya praktik kongkalingkong secara sistemik yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, anggota DPR, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2012.
Akibat korupsi berjamaah ini, kerugian yang dialami negara mencapai Rp2,3 triliun.
Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini beberapa pelaku sudah divonis bersalah yaitu Setya Novanto, dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung, dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera yang juga merupakan keponakan Setnov, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Pelaku lainnya adalah Andi Naragong, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, dan mantan anggota DPR RI Markus Nari. (*)
Tinggalkan Balasan