JAKARTA, Eranasional.com – Istilah hilirisasi digital yang diucapkan cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka pada debat cawapres 22 Desember lalu tidak ada dalam literasi akademis.

Hal itu diungkakan oleh Anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Baswesan-Muhaimin Iskandae (AMIN), Sulfikar Amir.

“Hilirisasi digital itu enggak ada dalam literatur akademis,” kata Amir, Jumat, 29 Desember 2023.

Dia menjelaskan, hilirisasi merupakan istilah di dalam proses sistem produksi industri. Sementara digital itu adalah sebuah sistem, sebuah ekosistem di dalam mengoperasikan teknologi digital.

Menurut dia, hilirisasi dan digital adalah dua hal yang berbeda, yang tidak berkaitan satu sama lain. Dia menyebut, konsep yang ada hanyalah digitalisasi-nya saja.

“Digitalisasi itu adalah proses transformasi sistem data dan pengoperasian dari analog ke digital,” jelas Amir.

Maka dari itu, Amir menegaskan kembali bahwa tidak ada istilah hilirisasi digital. “Setahu saya hilirisasi digital dalam literatur-literatur akademik itu enggak ada,” pungkasnya.

Penjelasan kubu Prabowo-Gibran

Sementara itu, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko menjelaskan maksud dari hilirisasi digital yang dikatakan Gibran saat debat cawapres 22 Desember 2023 lalu.

Dia mengakui bahwa hilirisasi digital merupakan istilah baru dan sangat penting.

Menurut Budiman, narasi hilirisasi digital yang diucapkan Gibran menunjukkan bahwa Koalisi Indonesia Maju ingin membangun ekonomi digital dari hulu ke hilir.

“Saat ini, ekonomi digital Indonesia sudah cukup baik. Namun, membangun ekonomi digital tidak cukup hanya pengembangan aplikasi di bidang transportasi atau retail saja. Dengan tren digital kali ini, hilirisasi digital harus dimanfaatkan untuk banyak sektor lain,” jelas mantan politisi PDIP ini.

Kata Budiman, hilirisasi digital memiliki dua makna. Pertama, mempersiapkan infrastruktur jaringan atau konektivitas internet dan membangun industri perangkat digital.

“Oleh karena itu, di dalam visi misi dan program tercepat kami, kami sudah memastikan untuk memberikan akses internet dan literasi digital untuk masyarakat Indonesia terutama untuk daerah yang sebelumnya tidak terjangkau,” terangnya.

Menurut Budiman, akses internet dan literasi digital yang merata akan mendorong digitalisasi usaha dan penambahan sumber daya manusia di sektor digital.

Teknologi tersebut akan membuka peluang pengembangan teknologi-teknologi digital yang canggih, seperti blockchain, artificial intelligence (AI), machine learning, dan big data analytics.

Sedangkan yang kedua yaitu hilirisasi digital juga memiliki makna bahwa teknologi digital juga bisa diterapkan untuk menunjang rantai pasok industri di Indonesia.

“Digitalisasi akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses industri di semua lini. Contoh, di pertanian bisa menggunakan teknologi untuk pengembangan pupuk dan bibit unggul, IoT Smart Farming, atau e-commerce khusus pangan,” jelas Budiman.

Pemanfaatan teknologi, lanjut Budiman, mampu membawa triliunan keuntungan bagi industri di Indonesia, baik dari sektor pangan, transportasi, retail, logistik, maupun pertambangan. Bahkan, potensi ekonominya mencapai Rp11.000 triliun.

Konsep pendekatan ekosistem tersebut, kata Budiman, dikenal sebagai DNA, yaitu Device, Network and Application.

Kata Budiman menambahkan, bahwa hilirisasi digital akan membuat Indonesia memiliki komoditas data dengan nilai ekonomi yang sangat besar.

Hal ini dikonfirmasi oleh banyak laporan yang menyatakan bahwa nilai komoditas data di pasar sudah sangat kompetitif. Pada 2017, misalnya, The Economist sempat menyatakan nilai pasar data lebih bernilai dari minyak.

Meski begitu, Budiman menegaskan, bahwa adaptasi teknologi tersebut tetap perlu disikapi dengan penguatan keamanan digital di Indonesia.

“Karena data diolah secara digital dengan AI, machine learning, big data, blockchain sehingga cyber security dan cyber defense yang diungkapkan Gibran menjadi sangat penting untuk melindungi komoditas ekonomi kita,” jelas Budiman. (*)