Menurut Fathul, proses pengambilan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) era Anwar Usman, ipar Jokowi, yang melanggengkan Gibran ke pentas Pilres 2024 sarat dengan intervensi politik. Hal terbukti adanya pelanggaran etika berat yang diputuskan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berujung pada pemakzulan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
“Gejala ini kian jelas ke permukaan saat Presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan membolehkan seorang presiden berkampanye dan berpihak,” ucapnya.
Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial (bansos) melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presidan Jokowi juga ditengarai sarat dengan kepentingan politik.
Bansos dinilai diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan capres dan cawapres tertentu, yakni Prabowo-Gibran.
Diperparah dengan mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap capres-cawapres tertentu adalah tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi.
“Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi,” tegas Fathul.
Dia menyatakan, seluruh sivitas akademika UII menyerukan agar Jokowi kembali menjadi teladan dan beretika dalam praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga.
Dia menegaskan, Jokowi harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan. Bukan untuk sebagian kelompok.
“Menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial,” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan