Jakarta, ERANASIONAL.COM – Penasihat hukum mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Djamaludin Koedoeboen mengatakan, kliennya dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tak memenuhi permintaan Firli Bahuri.

Hal itu disampaikan Djamaludin saat membacakan nota keberatan alias eksepsi kliennya SYL dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 13 Maret 2024 kemarin.

“Perbuatan tersebut dilakukan terhadap SYL, yang pada pokoknya menggunakan alasan adanya penyelidikan atas perkara ini, sehingga bila terdakwa tidak memenuhi permintaan oknum KPK tersebut, maka SYL akan ditetapkan sebagai tersangka,” kata Djamaludin dikutib dari Kompas TV.

Karena SYL dipandang tidak dapat memenuhi permintaan tersebut, Djamaludin menuturkan, maka kliennya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Selanjutnya, dilakukan tindakan penangkapan dan penahanan.

Kata dia, perjalanan proses hukum yang wajar (due proccess of law) dalam penyelidikan dan penyidikan atas perkara tersebut telah dicemari dengan adanya niat (mens rea) untuk melakukan pemerasan.

“Cukup alasan bilamana dalam perkara atas nama terdakwa dimulai dan disusun dengan maksud dan tujuan pemerasan,” tutur Djamaludin.

Menurut Djamaludin, sangat wajar jika pada persidangan terdapat berbagai kejanggalan atau fakta yang masih premature.

Bahkan, mungkin tidak didasari oleh kenyataan yang sesungguhnya, hingga terkesan telah dibingkai dengan mendramatisasi secara berlebihan.

Menurut Djamaludin, seluruh pihak telah disuguhkan suatu perkara yang sesungguhnya dari awal bukan dimaksudkan sebagai upaya penegakan hukum.

Sebaliknya, kata dia, perkara itu tidak lain merupakan rangkaian sandiwara karya Firli Bahuri guna memuluskan rencananya melakukan tindak pidana pemerasan.

“Ibarat sebuah syair lagu ciptaan Iwan Fals, yaitu ‘maling teriak maling’, telah dipertontonkan ke hadapan seluruh rakyat Indonesia,”tegas Djamaludin.

Diketahui, saat ini pihak penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka atas tindak pidana korupsi dan tindak pidana pemerasan terkait dengan penyidikan atas perkara SYL.

Adapun SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total senilai Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian pada rentang waktu tahun 2020 hingga 2023.

Perkara pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL. (*)