Jakarta, ERANASIONAL.COM – Pemerintah tengah membahas student loan bagi mahasiswa yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikannya menyusul viral mahasiswa perguruan tinggi terjerat pinjaman online (pinjol) untuk membiayai kuliah. Pengembaliannya ketika selesai kuliah atau saat memperoleh pekerjaan dengan penghasilan stabil.

“Angka putus kuliah kita masih tinggi, sementara angka partisipasi kasar (APK) perguraan tinggi sangat rendah di bawah 40%, targetnya pada 2045 APK kita naik jadi 60%,” kata Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko Pembangunan Manusia Kebudayaan (PMK), Warsito dalam diskusi “Biaya Kuliah Tinggi, Pinjaman Pendidikan Jadi Solusi?” secara virtual di Jakarta, Senin (18/3/2024).

Dia mengatakan kebijakan pinjaman bagi mahasiswa sudah pernah dilakukan pada pertengahan 1980-an, tetapi dinilai kurang optimal karena tingkat pengembalian pinjaman rendah. “Student loan memang sudah ada sejak pertengahan 1980-an, untuk itu, pemerintah melakukan akselerasi bagaimana APK meningkat sebagaimana dengan negara ASEAN lainnya,” kata Warsito.

Warsito mengatakan pemerintah sedang membahas pinjaman mahasiswa ini bersifat lunak. Pengembaliannya ketika selesai kuliah atau saat memperoleh pekerjaan dengan penghasilan stabil. “Kira-kira setelah 2 tahun kerja baru melunasi pinjaman,” kata dia.

Warsito mengatakan target student loan adalah keluarga miskin dan keluarga kelas menengah yang tidak termasuk kelompok miskin atau 30% penduduk terbawah di Indonesia. “Kelas menengah itu tidak masuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah, tetapi butuh uang kuliah,” kata dia.

Dia mengatakan sumber pendanaanya bisa dari APBN, seperti Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) atau melalui perbankan dan badan layanan umum (BLU). Meski demikian, tidak menutup kemungkinan dukungan dari filantropi dan corporate social responsibilty (CSR) perusahaan. “Ini masih kita bahas,” kata dia yang belum bisa menjelaskan kebijakan itu diimplementasikan karena masih dalam pembahasan.

Dia mengatakan untuk mencegah kredit macet, pemerintah akan mempermudah syarat pinjaman lunak. Selain itu, akan didukung dengan data yang terintegrasi sehingga debitur bisa terlacak. “Bisa juga dengan regulasi, membebaskan pinjamam bagi mahasiswa yang keberatan, kita tahu masyarakat kita punya tanggung jawab dan berintegritas,” kata Warsito.

Dalam kesempatan yang sama, Development Research University of Bonn, Jerman, Elza Emira Phd mengatakan pemerintah perlu memiliki sistem data kependudukan yang bisa men-tracking debitur. “Dengan sistem perpajakan dan kependudukan saat ini, harusnya bisa lebih mudah menelusuri debitur (mahasiswa). Kalau di Eropa, langsung dipotong gaji, tantangan Pemerintah Indonesia mungkin bagi mereka yang bekerja di sektor informal bagaimana?” kata dia.