Jakarta, ERANASIONAL.COM – Anies Baswedan menyebutkan, angka suara pada pemilihan umum tidak mutlak menentukan kualitas demokrasi dan tidak otomatis mencerminkan kualitas keseluruhan.

Hal itu disampaikan Anies dalam sidang pendahuluan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi, Rabu 27 Maret 2024.

Anies menyebut kita telah menyaksikan berjalannya satu babak penting dalam demokras, bulan lalu, yaitu pemilihan umum, yang angka suaranya telah diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum.

“Perlu kami garis bawahi dan kita semua sadari bahwa angka suara tak mutlak menentukan kualitas dari demokrasi, tak seotomatis mencerminkan kualitas secara keseluruhan,” tegas Anies.

“Setiap tahapan proses pemilihan, mulai dari persiapan awal hingga pengumuman harus konisten dengan prinip-prinsip kebebasan, kejujuran,keadilan, dan prinsip-prinsip ini bukan formalitas,”sambungnya.

Prinsip-prinsip ini, kata Anies, bukan sekadar ada di teks tapi merupakan pondasi esensial yang harus dijaga untuk membangun dan menjaga sistem demokrasi yang sehat, stabil, dan berkelanjutan.

Kata Anies, Pemilu yang jujur merupakan pilar yang memberikan legitimasi kuat pada peerintahan yang terpilih, yang bisa membawa kepercayaan publik serta memperkuat pondasi institusi pemerintahan.

“Tanpa itu, legitimasi, kredibilitas dari pemerintah terpilih akan diragukan. Lebih jauh lagi, pemilihan yang dijalankan secara bebas, jujur dan adil adalah pengakuan hak dasar setiap warga negara dalam menentukan arah dan masa depan negara mereka sendiri,” bebernya.

Anies juga menyatakan bawa bangsa dan negara ini sedang berada di dalam titik krusial, sebuah persimpangan yang akan menentukan arah masa depan kita.

“Apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita menuju kedewasaan sebagai sebuah negara demokrasi yang matang ataukah membiarkan diri tergelincr kembali ke bayang-bayang era sebelum reformasi yang justru hendak kita jauhi?,”tanyanya.

Anies menyebut kita harus memutukan apakah kita akan menjadi negara yang mengakui dan menghormati hak setiap individu untuk menentukan pikiran dan menyuarakan pilihannya secara bebas dan independen yang merupakan esensi dari demokrasi, atau justru berpaling dari prinsip tersebut.

“Memilih di mana suara oligarki diberi prevalensi, mengesampingkan kesejahteraan umum dan mengabaikan kepentingan nasional yang lebih luas. Ini adalah saat di mana kita harus menetukan komitmen kita teradap nilai-nilai demokrasi, kedaulatan hukum dan hak asasi manusia. Ini adalah waktu untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar,” jelasnya. []