Jakarta, ERANASIONAL.COM – Demonstrasi di kampus-kampus oleh para aktivis pro-Palestina menyebar ke seluruh Eropa pada Selasa (7/5/2024), ketika beberapa pihak menyerukan pemutusan hubungan akademis dengan Israel terkait perang di Gaza.
Seperti dilaporkan Associated Press, kepolisian Jerman membubarkan aksi protes yang dilakukan ratusan aktivis pro-Palestina yang menduduki sebuah halaman di Free University Berlin. Para pengunjuk rasa menduduki sebuah gedung universitas di Amsterdam beberapa jam setelah polisi menahan 169 orang di lokasi kampus yang berbeda. Dua orang masih ditahan karena dicurigai melakukan kekerasan di depan umum.
Di tempat lain di Eropa, beberapa kamp mahasiswa telah diizinkan untuk didirikan di tempat-tempat seperti halaman rumput di Cambridge. Dalam beberapa hari terakhir, para mahasiswa telah mengadakan protes atau mendirikan perkemahan di Finlandia, Denmark, Italia, Spanyol, Prancis, dan Inggris.
Jerman
Di Berlin, para pengunjuk rasa mendirikan sekitar 20 tenda dan membentu rantai manusia di sekelilingnya. Sebagian besar menutupi wajah mereka dengan masker medis dan mengalungkan syal keffiyeh di kepala mereka.
Pihak penyelenggara mengatakan bahwa para peserta aksi terdiri dari mahasiswa dari berbagai universitas di Berlin dan beberapa individu lainnya.
Polisi terlihat membawa beberapa orang dan menggunakan semprotan merica ketika terjadi bentrokan antara petugas dan pengunjuk rasa. Pihak kampus mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah menghubungi polisi setelah para pengunjuk rasa menolak dialog apa pun. Beberapa orang dikatakan berusaha menduduki ruang kuliah.
“Pendudukan tidak dapat diterima di kampus Free University Berlin,” kata presiden universitas, Guenter Ziegler seperti dilaporkan Associated Press. “Kami terbuka untuk dialog akademis, tetapi tidak dengan cara seperti ini.”
Walikota Berlin Kai Wegner memuji keputusan pihak kampus untuk memanggil polisi sebelum situasi menjadi semakin memanas.
Belanda
Kepolisian membubarkan sebuah kamp demonstrasi pro-Palestina di Universitas Amsterdam. Mereka juga memukuli beberapa pengunjuk rasa dan merobohkan tenda-tenda.
Pihak kepolisian mengatakan via platform X bahwa tindakan tersebut “diperlukan untuk memulihkan ketertiban” setelah protes berubah menjadi kekerasan.
Kerumunan massa yang membengkak menjadi sekitar 3.000 demonstran, termasuk mahasiswa dan staf, beberapa di antaranya mengenakan syal keffiyeh. Mereka berkumpul di dekat lokasi kamp yang dibongkar, meneriakkan slogan-slogan seperti, “Palestina akan merdeka!” dan “Polisi keluar dari kampus!”
Jamil Fiorino-Habib, seorang dosen di departemen studi media universitas tersebut, mengatakan pada pertemuan itu bahwa “satu-satunya jalan ke depan adalah boikot akademis total terhadap Israel.”
Dalam sebuah pernyataan, Universitas Amsterdam mengatakan, “Kami berbagi kemarahan dan kebingungan atas perang tersebut, dan kami memahami bahwa ada protes atas hal itu. Kami menekankan bahwa di dalam universitas, dialog tentang hal itu adalah satu-satunya jawaban.”
Austria
Di Austria, para pengunjuk rasa berkemah di sekitar 20 tenda di halaman utama Universitas Wina untuk hari kedua. Sementara polisi mengawasi, para pengunjuk rasa mengepung perkemahan tersebut, yang terletak di dekat tugu peringatan bagi warga Yahudi Austria yang tewas dalam Holocaust.
Universitas Wina dan Persatuan Mahasiswa Austria menjauhkan diri dari protes tersebut. Serikat mahasiswa tersebut mengatakan bahwa “kelompok-kelompok antisemitisme termasuk di antara para penyelenggara aksi,” yang dibantah oleh para pengunjuk rasa.
Inggris
Kamp-kamp protes pro-Palestina bermunculan di sekitar sejumlah universitas di Inggris, termasuk di Oxford dan Cambridge. Mereka mendesak lembaga-lembaga tersebut untuk sepenuhnya mengungkapkan investasi, memutus hubungan akademis dengan Israel, dan melepaskan diri dari bisnis yang terkait dengan negara tersebut.
“Keuntungan Oxbridge tidak dapat terus meningkat dengan mengorbankan nyawa warga Palestina, dan reputasi mereka tidak boleh lagi dibangun di atas pemutihan kejahatan Israel,” demikian pernyataan bersama dari para pengunjuk rasa di kedua universitas tersebut.
Lebih dari 200 akademisi Oxford menandatangani sebuah surat terbuka yang mendukung aksi protes tersebut.
Tinggalkan Balasan