Jakarta, ERANASIONAL.COM – Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan mengungkapkan pihaknya tidak bisa menjanjikan revisi Undang-Undang Penyiaran akan sesuai keinginan kelompok pers yang menolak RUU Penyiaran usai dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia.

“Nggak bisa sembarangan. Demikian juga kalau Anda nanya ke Dirjen, maka Dirjen harus sesuai dengan sikap menteri, anggota dewan harus sesuai dengan sikap fraksi,” kata Farhan saat menemui organisasi jurnalis yang demo di depan gedung DPR, Senin (27/5/2024).

Farhan mengatakan DPR harus menyesuaikan sikap dengan seluruh fraksi DPR karena tidak bisa sepihak menghentikan RUU Penyiaran tersebut.

Mengenai progres pembahasan revisi UU Penyiaran, politisi Partai NasDem ini mengutarakan, prosesnya sedang dibahas di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. Nantinya Baleg yang akan memutuskan apakah pembahasan revisi UU Penyiaran akan dilanjutkan atau dihentikan.

“Jadi kalau ada yang menanyakan bagaimana progres RUU Penyiaran sekarang, prosesnya masih menunggu persetujuan Baleg DPR RI untuk lanjut dibahas atau disetop. Jadi nanti Baleg yang akan memutuskan,” tutur Farhan.

Adapun Baleg DPR mengagendakan pengambilan keputusan mengenai RUU Penyiaran pada 29 Mei 2024.

Sebelumnya gabungan pers yang orasi di depan Gedung DPR RI menyebut RUU Penyiaran mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik. Beberapa pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.

Mereka menuntut DPR RI segera menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah. DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Mereka juga meminta untuk memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers.

“Kami percaya bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi. Untuk itu, kami akan terus mengawal proses legislasi ini dan siap melakukan aksi massa jika tuntutan kami tidak dipenuhi.”

Poin-poin penolakan
1. Ancaman Terhadap Kebebasan Pers: Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.

2. Kebebasan Berekspresi Terancam: Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.

3. Kriminalisasi Jurnalis: Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.

4. Independensi Media Terancam: Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.

5. Revisi UU Penyiaran Berpotensi Mengancam Keberlangsungan Lapangan Kerja Bagi Pekerja Kreatif: Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.