”Presiden menjawab bahwa hal itu tidak mudah. Saya katakan mudah seandainya ada kehendak politik (political will). Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu,” tuturnya.
Dia juga minta agar mau menaikkan derajat satu-dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan.
Menurutnya, itu perlu agar kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia.
”Kini tiba-tiba kehendak politik itu ada lewat Menteri Bahlil. Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi tambang itu mengandung masalah,” ujarnya.
Menurut dia, pemberian konsesi tambang kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua Ormas Islam itu.
Tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahan-perusahaan yang dimiliki oleh kelompok segelintiran tadi.
Din memberi contoh, satu perusahaan seperti Sinarmas, menguasai lahan walau bukan semuanya batubara seluas sekitar 5 juta hektare.
Bahkan dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja.
Sumber daya alam Indonesia sungguh dijarah secara serakah oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.
”Pemberian tambang batubara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah penyebab perubahan iklim dan pemanasan global, maka besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara,” ujarnya.
Karena itu, dia berpendapat pemberian tambang “secara cuma-cuma” kepada NU dan Muhammadiyah, potensial membawa jebakan. []
Tinggalkan Balasan