Jakarta, ERANASIONAL.COM – Pemerintah Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan menarik utang baru Rp 775,9 triliun.

Mayoritas utang nantinya bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan naik dari target pada 2024 senilai Rp 648,1 triliun.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Riko Amir menyatakan, utang yang besar tersebut tidak serta merta memberatkan kelas menengah.

“Jadi kalau utang kan yang membiayai bukan kita secara langsung, kelas menengah tidak diambil uangnya untuk bayar utang, tapi dari revenue yang dihasilkan dari produk domestik bruto kita,” ungkap Riko dalam media gathering APBN 2025 di Anyer, dikutip dari Okezone, Jumat 27 September 2024.

“Jadi kalau dibilang utang memberatkan kelas menengah, mungkin relavansinya perlu kita dudukkan lagi,” tambahnya.

Menurut Riko, Rp775 triliun dengan penerbitan SBN itu sebesar Rp 642,5 triliun, dan penarikan pinjaman itu sebesar Rp 133 triliun.

Riko menyoroti fenomena yang menarik adalah pinjaman yang besar, baik dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri dibandingkan APBN 2024 secara neto.

Salah satu alasannya karena ini tahun kelima dari periode 2020-2024.

Dalam perencanaan pinjaman dari kementerian lembaga memang biasanya tahun-tahun awal mereka slow starter.

“Tapi kemudian naik penarikannya di tahun ini untuk pinjaman kegiatan, di tahun ketiga, keempat, kelima,” jelas Riko.

Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Per akhir Agustus 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,95 tahun.

“Pengelolaan utang pemerintah yang disiplin turut menopang hasil assessment lembaga pemeringkat kredit terhadap sovereign rating Indonesia,” jelas Kemenkeu.

Secara rinci, utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 88,07 persen.

Hingga akhir Agustus 2024, penerbitan SBN tercatat sebesar Rp 7.452,56 triliun dan penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).

Dalam laporan tersebut, SBN Domestik tercatat sebanyak Rp 6.063,41 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.845,68 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1.217,73 triliun.

Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.389,14 triliun dengan rincian, SUN sebesar Rp 1.025,14 triliun dan SBSN senilai Rp 364 triliun.

Kemenkeu juga memaparkan, utang pemerintah tersebut ada kontribusi 11,93 persen dari utang pinjaman pemerintah hingga akhir Agustus 2024 yang sebesar Rp 1.009,37 triliun.

Pinjaman ini dirincikan dalam dua kategori yakni pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 39,63 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 969,74 triliun.

Untuk pinjaman luar negeri, rinciannya yakni pinjaman bilateral sebesar Rp 264,05 triliun, pinjaman multilateral Rp 578,76 triliun, dan pinjaman komersial bank sebesar Rp 126,94 triliun. []