Jakarta, ERANASIONAL.COM – Mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menjalani pemeriksaan di KPK terkait kasus dugaan suap yang menjerat mantan calon legislatif (Caleg) PDIP Harun Masiku.
Dalam pemeriksaan yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/12/2024) kemarin, Yasonna dicecar seputar proses pergantian antar waktu (PAW) Masiku.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, pun membantah munculnya tuduhan bahwa pemeriksaan Yasonna bernuansa politis.
Dia menegaskan bahwa pemeriksaan Yasonna dilakukan lantaran ada sejumlah informasi yang perlu dikonfirmasi oleh penyidik KPK terkait kasus Harun Masiku.
“Ya, saya tidak bisa mengatakan ada nuansa politis atau tidak. Tapi, kembali, semua saksi yang diminta keterangan tentunya akan ditanyakan terkait pengetahuannya terhadap kejadian maupun keterangan para saksi maupun tersangka yang lain ataupun menjelaskan baik itu barang bukti dalam hal ini dokumen barang bukti elektronik,” ujar Tessa kepada wartawan, Kamis (19/12/2024).
Dalam kaitannya dengan pemeriksaan tersebut, lanjutnya, penyidik mencecar Yasonna untuk menjelaskan terkait permintaannya mengenai fatwa kepada Mahkamah Agung (MA).
“Dalam kasus Bapak YL (Yasonna Laoly) ini, sebagaimana yang tadi sudah disampaikan oleh penyidik, ada fakta atau ada dokumen yang perlu dijelaskan oleh beliau perihal permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung,” tuturnya.
“Jadi, tidak mengada-ngada kalau penyidik memanggil saksi harus ada dasarnya,” tandas dia.
Sebelumnya, usai pemeriksaan di KPK, Yasonna mengaku dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP. Ia diperiksa karena adanya surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung.
“Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa,” ujar Yasonna kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/12/2024) kemarin.
Permintaan fatwa yang dimaksud adalah terkait putusan MA Nomor 57/P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019. Fatwa itu diajukannya karena adanya perbedaan tafsir KPU saat PDIP memperjuangkan Harun Masiku menjadi anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia melalui PAW.
“Karena waktu proses pencalegan itu terjadi tafsir yang berbeda setelah ada judicial review, ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kemudian DPP mengirim surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda,” jelas Yasonna.
Riezky merupakan caleg DPR terpilih pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia sebelum pencoblosan. Dalam Pileg 2019 di Dapil Sumsel I, Riezky meraih suara terbanyak kedua setelah Nazarudin. Sehingga KPU, dengan merujuk UU Pemilu, menetapkan Riezky sebagai caleg DPR terpilih.
Namun, PDIP kemudian lebih menginginkan Harun yang ditetapkan sebagai caleg DPR terpilih. Padahal, suara yang diperoleh Harun hanya menempati posisi keenam.
Yasonna melanjutkan, permintaan fatwa itu kemudian dibalas oleh MA. Hingga akhirnya, Harun terpilih melalui proses PAW.
Selain itu, dalam pemeriksaan tersebut, Yasonna juga dicecar penyidik soal data perlintasan Harun Masiku. Diketahui, Harun ditetapkan sebagai tersangka saat Yasonna menjabat Menkumham.
Tinggalkan Balasan