Jakarta, ERANASIONAL.COM– Presiden Prabowo Subianto menerima aspirasi organisasi kemasyarakatan, tokoh-tokoh agama, organisasi buruh, dan partai politik dalam pertemuan di Istana Merdeka di Jakarta, Senin (1/9).
Pada pertemuan yang berlangsung sejak sore hingga malam hari, masing-masing perwakilan dari organisasi kemasyarakatan dan tokoh-tokoh yang diundang menyampaikan langsung pandangan mereka.
Presiden juga mendengar kritik, dan masukan-masukan, termasuk mengenai sikap pejabat arogan, ruang aspirasi dan demokrasi yang harus dibuka.
Para tokoh tak luput menyoroti sikap pejabat arogan, ruang aspirasi dan demokrasi yang harus dibuka, gaya hidup pejabat dan anggota DPR yang hedon dan suka pamer (melentur), kebijakan-kebijakan pemerintah yang memberatkan, dan rancangan undang-undang yang mendesak untuk segera disahkan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, dari kelompok buruh, menyampaikan kepada Presiden RUU Perampasan Aset dan RUU Ketenagakerjaan harus segera disahkan menjadi undang-undang oleh DPR RI bersama pemerintah, karena itu menjadi tuntutan masyarakat, termasuk kelompok buruh.
Beliau (Presiden, red.) berjanji yang pertama, RUU Perampasan Aset segera dibahas, dan juga RUU Ketenagakerjaan yang diminta buruh, Beliau minta kepada Ketua DPR (Puan Maharani) untuk langsung dibahas segera oleh partai-partai, dan setuju untuk segera dibahas, kata Andi Gani kepada wartawan.
Tekanan Aksi
kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan kelompok buruh juga tekanan aksi unjuk rasa harus selalu diberi ruang.
“Itu hanya satu-satunya cara bagi kelompok bawah, kelompok buruh, kelompok petani, kelompok nelayan, kelompok pelajar, dan orang-orang kecil untuk menyampaikan aspirasi ketika lembaga formal ‘lambat’ atau tidak mau mendengar apa yang menjadi aspirasi kelompok bawah,” kata Said Iqbal.
Meski demikian, Said menekankan tekanan harus konstitusional dan anti-kekerasan. “Pada titik itu, Bapak Presiden setuju,” kata Said Iqbal.
Kemudian, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Jacklevyn Frits Manuputty, menilai pembicaraan antara Presiden dan tokoh-tokoh, pimpinan ormas, serta kelompok buruh berlangsung terbuka dan transparan.
“Kami bicara tentang pajak yang memberatkan rakyat, kami bicara tentang korupsi, kami bicara tentang kepongahan dan perilaku pejabat di ruang elite, flexing, dan lain-lain. Kami bicara tentang kenaikan izin DPR dan lain-lain, karena ada Ibu Ketua DPR di situ, dan itu ditanggapi oleh Presiden dan termasuk oleh Ibu Ketua DPR,” kata Jacky, sapaan populer Pendeta Jacklevyn.
Tinggalkan Balasan