Jakarta, ERANASIONAL.COM– Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan akan menandatangani tuntutan masyarakat untuk segera membahas RUU Perampasan Aset
Tersebut disampaikan usai forum penyampaian aspirasi mahasiswa di gedung DPR Jakarta, Rabu (02/09/2025). Dalam forum tersebut, perwakilan mahasiswa juga menyinggung soal tuntutan pengesahan RUU Perampasan Aset.
Namun, dia menyebut RUU Perampasan Aset baru bisa dibahas setelah RKUHAP.
“Terakhir kami sampaikan tinggal menunggu KUHAP selesai, [selanjutnya] kita akan membahas RUU Perampasan Aset,” kata Dasco usai audiensi tersebut.

Menurut dia, hal itu dilakukan agar tidak ada aturan yang tumpang tindih. Sebab menurut dia, RUU Perampasan Aset masih berkaitan dengan sejumlah undang-undang lain, seperti UU Tipikor, UU TPPU, termasuk Perampasan Aset.
Saat ini, Dasco menyebut RKUHAP masih dalam tahap penjaringan aspirasi dari masyarakat di Komisi III DPR. Dia telah memberi batas waktu agar RUU tersebut segera diselesaikan.
“Nah, RKUHAP ini masih menerima partisipasi masyarakat, tapi kami sudah sampaikan kepada pimpinan III bahwa sudah ada batas batas yang harus kita selesaikan,” katanya.
Dasco menargetkan RKUHAP bisa selesai pada akhir masa sidang kali ini pada pertengahan September mendatang. Sehingga, DPR dan pemerintah bisa memulai pembahasan RUU Perampasan Aset.
“Mudah-mudah sebelum akhir masa sidang ini untuk KUHAP sudah dapat diselesaikan, sehingga kita bisa langsung masuk ke pembahasan RUU Perampasan Aset,” tandasnya.
RUU Perampasan Aset mandek selama lebih dari satu dekade setelah naskah akademiknya pertama kali disusun pada tahun 2008.
Pada tahun 2023, RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023. Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) saat itu juga telah mengirimkan surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset. Surpres itu bernomor R 22-Pres-05-2023 yang dikirim tanggal 4 Mei 2023 untuk dibahas bersama DPR, namun tak ada tindak lanjut.
RUU Perampasan Aset mengatur kewenangan terkait perampasan aset minimal senilai Rp100 juta. RUU tersebut juga bisa menyita aset penyelenggara negara yang dinilai tidak wajar tanpa harus melalui proses pidana.
“Aset tindak pidana yang dapat dirampas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas aset yang bernilai paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),” demikian bunyi Pasal 6 Ayat 1 huruf a. []
Tinggalkan Balasan