Kejagung Hentikan Sembilan Perkara Pidana

JAKARTA – Kejaksaan Agung tak henti memberikan keadilan hukum kepada masyarakat melalui Keadilan Restoratif.

Pada Senin (1/8), Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana memerintahkan sejumlah Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) atas 9 Perkara.

“Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan SKP2 setelah menyetujui 9 permohonan pengajuan keadilan restoratif dari 10 perkara permohonan yang diajukan,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.

SKP2 tersebut berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022Tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Kapuspenkum menguaraikan kesembilan berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah Tersangka Vick F. Lekatompessy dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka Regina Nifanngilyau  alias Gina dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Suroyo alias Wowon bin Sukirno dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Irvan Susanto bin Paino dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Kemudian Tersangka I Budi Lestari bin Suronto, Tersangka II Wanda Feriyanto bin Agus Sulis, Tersangka lll Faisal Fajri bin Asdadin.

Tersangka IV Abdillah Tri Anggara bin Eko Hariyono, dan Tersangka V Daniel Mahendra bin Haryanto dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 480 ke- 1 jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP tentang Penadahan.

Kapuspenkum menambahkan, selain itu juga Tersangka UU Mas’ud alias Mas Ud bin Sudiman dari Kejaksaan Negeri Batam yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Joni Randongkir dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Penghancuran/Perusakan Barang, dan Tersangka Hendra Akbar alias Hendra bin Husain dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Dedi Hidayat alias La Dedi bin La Samanudin dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76 C Undang–undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Menurut Kapuspenkum, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

“Kemudian proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” kata Ketut.

Sementara 1 berkas perkara atas nama Tersangka Yesanto Nataleo Ama Wujon alias Aris anak Petrus Trans Geta Wujon dari Kejaksaan Negeri Bengkayang yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal itu karenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” jelas Ketut. *

(Red/Ainur).