Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan, Embun Sari

Jakarta – Saat ini pemerintah terus laksanakan percepatan dalam pengadaan tanah, tetapi dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan atau kendala yang dihadapi serta konsekuensi hukum sebagai akibat dari pelaksanaan pengadaan tanah. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Mitigasi Risiko Pengadaan Tanah sebagai referensi bagi pelaksana pengadaan tanah guna percepatan pelaksanaan pengadaan tanah di seluruh Indonesia.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Bina Pengadaan dan Pencadangan Tanah pada Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Peran dan Fungsi Mitigasi Risiko dalam Rangka Percepatan Pengadaan Tanah di Indonesia” yang diselenggarakan di Hotel Sheraton Jakarta, Kamis (28/10/2021).

Acara ini salah satunya bertujuan untuk mendapatkan masukan terhadap permasalahan pengadaan tanah yang ada atau pernah ada, langkah penyelesaian yang ditempuh, serta alternatif penyelesaian lainnya.

Saat membuka kegiatan, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan, Embun Sari, mengatakan bahwa untuk terlaksananya pembangunan bagi kepentingan umum yang baik maka seluruh permasalahan dalam pengadaan tanah harus telah terselesaikan.

Namun, diharapkan adanya pencegahan terlebih dahulu sebagai upaya mitigasi yang dilakukan sehingga saat tahap pelaksanaan pengadaan tanah maupun setelah pengadaan tanah selesai, diharapkan minim terjadinya permasalahan.

“Maka dari itu, dalam penyelenggaraan pengadaan tanah dibutuhkan kegiatan mitigasi risiko dalam rangka percepatan pengadaan tanah di Indonesia, ditambah lagi dengan telah terbitnya peraturan-peraturan baru terkait pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sebagai pelaksanaan UUCK,” ujarnya.

Lebih lanjut, Embun Sari menuturkan, jika ada beberapa contoh permasalahan yang pernah terjadi, yaitu dalam pengadaan tanah Jalan Tol Sigli Banda Aceh, di mana saat itu pengadaan tanah sudah sampai tahap penyerahan hasil, tetapi ketika dilakukan land clearing terdapat ratusan makam yang belum teridentifikasi.

Contoh lainnya, sambung Embun Sari, dalam pengadaan tanah pembangunan Jalan Tol Cengkareng-Batuceper-Kunciran terdapat bidang tanah yang uang ganti kerugiannya telah dititipkan di Pengadilan Negeri Tangerang. Namun, pada saat pendataan fisik data nilai bangunan belum masuk sehingga ganti kerugian yang dititipkan hanya nilai tanahnya saja, sedangkan penilaian untuk harga bangunan belum dilakukan.

“Mitigasi itu suatu kegiatan yang dilakukan untuk meminimalisir dampak maupun kerugian dari suatu bencana atau permasalahan. Namun, dalam pelaksanaan pengadaan tanah selama ini belum ada panduan ataupun aturan teknis, terkait mitigasi risiko pengadaan dan pencadangan tanah. Oleh sabab itu, diharapkan melalui kegiatan ini, kita dapat berdiskusi mengenai hal ini di mana mitigasi risiko dapat menjadi bagian dari rangkaian penyelengaraan pengadaan tanah di Indonesia,” ungkapnya.

Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 28 s.d. 29 Oktober 2021 ini juga dihadiri oleh Direktur Bina Pengadaan dan Pencadangan Tanah, Nurhadi Putra; Pejabat Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas dan Pejabat Fungsional Umum dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, dan Kementerian Perhubungan, serta melalui daring Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengembangan seluruh Indonesia.