Oleh karena itu sebagai jaksa baru, jaksa yang lahir di era milenial dan digital ini, diharapkan menyadari, memahami, dan menguasai tata cara dan tata hidup di dunia baru tersebut, termasuk potensi konflik hukum tatanan dunia baru.

“Saya yakin hukum kita belum mampu menjangkau problematik ini. Saya sangat berharap kalian para jaksa baru bisa dan mampu menjadi jembatan yang menghubungkan aparat penegak hukum memasuki era metaverse untuk mengawal dan memastikan adanya tertib hukum masyarakat dunia maya,” kata Burhanuddin.

Terkait Undang-Undang Kejaksaan terbaru, Burhanuddin mengatakan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia telah disahkan, tepatnya pada tanggal 7 Desember 2021, dengan terdapat beberapa poin penguatan dan penegasan, khususnya terkait asas “dominus litis” kejaksaan.

Seluruh jaksa diminta untuk mempelajari dan memahami undang-undang tersebut, agar dapat mengemban amanah dengan tepat sesuai dengan aturan dan tujuan undang-undang.

Para jaksa baru juga diingatkan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat atas kaidah baru yang terkandung dalam aturan tersebut, agar dapat dipahami bahwa kewenangan jaksa lebih dari sekadar lembaga penuntutan, dan bukan hanya yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) semata.

“Karena sejatinya kita memiliki kewenangan yang sangat luas, yang tersebar pada berbagai macam peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum internasional,” kata Jaksa Agung Burhanuddin pula. (Antara)