Menurut Rafael, uang dalam SDB itu bersumber dari penjualan aset tanah yang dihibahkan orang tuanya pada 2010. Hasilnya, saat itu ia mendapatkan uang sebesar Rp10 miliar untuk kemudian ditukarkan ke mata uang asing. Ia juga mengaku menjual aset yang dibeli seharga Rp200 juta pada 1997. Aset itu kemudian dijual pada 2010 dan hasilnya dimasukkan dalam SDB.
Kemudian, sumber SDB lainnya adalah penjualan aset di Jalan Pangandaran, Bukit Sentul, rumah di England Park Bukit Sentul, dan reksa dana senilai Rp2,4 miliar di Bank mandiri.
“Kemudian saya jual di tahun 2010 dan saya tukarkan dengan valuta asing. Jadi, meningkatnya nilai itu dengan valuasi sekarang itu juga karena ada peningkatan nilai kurs mata uang asing,” ujar Rafael.
Sebelumnya, KPK menyatakan bahwa Rafael Alun Trisambodo telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi berupa uang.
Gratifikasi itu diduga diterima selama 12 tahun, sejak 2011 hingga 2023 dalam kapasitasnya sebagai pemeriksa pajak pada DJP, Kemenkeu.
KPK menemukan dugaan tindak pidana tersebut dan mengantongi dua bukti permulaan yang cukup.
“Jadi ada peristiwa pidana korupsinya telah kami temukan, terkait dengan dugaan korupsi penerimaan sesuatu oleh pemeriksa pajak pada DJP, Kemenkeu tahun 2011 sampai 2023,” kata Juru Bicara Bidang Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, gratifikasi yang diterima Rafael diduga mencapai puluhan miliar. Jumlah itu mengacu pada isi SDB Rafael yang diblokir PPATK. Saat ini, safe deposit box berisi Rp37 miliar itu telah disita KPK.
“Jumlahnya yang ada di SDB yang kita hitung, tapi nanti dikonversi, pastinya kisaran puluhan miliar,” ujar Asep, Kamis (30/3/2023).
Tinggalkan Balasan