Hal ini juga sempat disinggung Tio Pakusadewo di konten YouTube Uya Kuya TV. Kantin tersebut menurut Tio, telah memonopoli seluruh bisnis, baik makanan, minuman, hingga alat kebutuhan sehari-hari bagi WBP.
“Napi narkoba, tipikor (Tindak pidana korupsi) mana mau makan nasi cadong seperti itu. Kalau mau makan enak seperti di luar penjara, mereka terpaksa beli, ya harus keluar duit,” kata Tio Pakusadewo.
Selain itu, lanjut AB, kualitas nasi di rutan dan lapas memang sangat buruk dan sulit dicerna untuk menyiasati agar para WBP buang air besar (BAB) setiap hari.
“Nasinya memang keras, itu juga biar napi enggak setiap hari ke toilet untuk buang air besar. Susah dicerna, kalau enggak begitu, semuanya setiap hari ke toilet,” tuturnya.
AB mengungkapkan bahwa praktik seperti itu sudah berlangsung sejak lama. “Telur yang dibeli itu juga kualitasnya buruk, mereka beli telur pecah, busuk. Ikan asin saja kalau dijemur lalat saja enggak mau dekat,” ujar AB.
Parahnya lagi, kata AB, nasi cadong yang diantar ke setiap blok tidak semuanya gratis. Ada yang bayar Rp25.000.
Hingga berita ini ditayangkan, Koordinator Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan, Rika Aprianti, belum menanggapinya saat dikonfirmasi tentang kualitas nasi cadong di rutan dan lapas.
Tinggalkan Balasan