“Ada juga permasalahan hukum lain yang dialami HH (Helmut Hermawan) di Bareskrim Polri dan untuk itu EH bersedia dan menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3,” papar Alex.

Eddy disebut menerima uang sebesar Rp3 miliar untuk mengusahakan terbitnya SP3.

Alex Marwata menduga seolah-olah Eddy Hiariej memiliki koneksi dengan Bareskrim Polri sehingga dia dapat menjanjikan akan menghentikan kasus yang menjerat Helmut.

“Ya barang kali saja kenal baik dengan pihak Bareskrim atau penyidiknya, bisa saja. Kasus seperti ini kan banyak terjadi,” tuturnya.

“Meskipun tidak punya kewenangan untuk menerbitkan SP3, tapi kalau dia punya link atau relasi atau hubungan baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan semuanya bisa. Ya seperti itu,” sambung Alex.

Menurut Alex, siapa pun bisa mengurus dan berusaha mempengaruhi proses hukum yang sedang bergulir di lembaga penegak hukum dengan menggunakan kekuatan uang maka dapat dikatakan mafia hukum atau mafia peradilan.

“Inilah yang istilahnya mafia hukum atau mafia peradilan, atau apa istilah lainnya. Seperti itu memang kejadiannya,” ujarnya.

Selain itu, KPK juga menduga Helmut Hermawan memberikan uang Rp1 miliar kepada Eddy Hiariej untuk kepentingan Eddy mencalonkan diri sebagai ketua Pengurus Pusat (PP) Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PTSI). (*)