Mafindo menganalisis trafik dan potensi iklan yang didapat dari AdSense. Begitu menjanjikannya pendapatan dari situs hoaks, bahkan ada Pegawai Negeri Sipil (PNS) memilih keluar dari pekerjaannya untuk menekuni bisnis ‘hoaks’.

Di belahan dunia lain, pada tahun yang sama, hoaks memang menjadi ladang uang yang subur. Pilpres AS tahun 2016 pun banjir dengan situs hoaks bermotif ekonomi. Pelakunya bukan warga negara AS, tapi mencari keuntungan di celah-celah sentimen masyarakat AS yang terbelah antara kubu Donald Trump dan Hillary Clinton.

Salah satunya yang terungkap adalah Victor, remaja laki-laki berumur 16 tahun dari Veles, kota kecil di Makedonia. Ia bersama ratusan remaja lainnya berperan sebagai editor konten hoaks untuk situs-situs yang mereka dirikan.

Penelusuran Channel 4 menyebutkan, satu orang bisa meraup pendapatan sekitar Rp2,6 miliar dari pekerjaan ini.

Victor mengatakan, berita-berita palsu pro Trump begitu diburu di internet.

Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mencatat, setidaknya ada 800.000 situs hoaks di Indonesia pada 2016. Itu hanya jumlah situs. Belum jumlah akun media sosial yang menjadi jejaring penyebarannya.

Media sosial

Jejaring akun media sosial penyebar hoaks baru terbongkar pada tahun 2017. Namanya adalah Saracen. Mereka ini memiliki ribuan akun ternak media sosial dan memproduksi aneka konten sesat pesanan yang menyulut kebencian terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Kasus Saracen menunjukkan bahwa hoaks diproduksi secara terorganisir dan sistematis. Gerombolan Saracen aktif terlibat dalam momentum Pemilu maupun Pilkada.

Mereka membuat konten berdasarkan pesanan pihak-pihak tertentu untuk menyerang lawan politik. Bahkan, mereka telah ada sejak pilpres 2014.

Mereka menawarkan tarif Rp72 juta kepada pihak-pihak yang ingin menggunakan jasa mereka.

Medium favorit penyebaran konten adalah Facebook. Lima anggotanya, yakni Rofi Yatsman, Faizal Tonong, Sri Rahayu, Harsono Abdullah, dan Asmadewi, divonis bersalah karena menyebarkan ujaran kebencian dan kasus SARA dengan hukuman bervariasi selama enam bulan sampai 2,5 tahun penjara.