Jakarta, ERANASIONAL.COM – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memaparkan aspek yurisdiksi Mahkamah Internasional (ICJ) menilai masalah genosida yang dilakukan Israel di Palestina.
Menurut Menlu, Indonesia berpendapat bahwa Mahkamah mempunyai yurisdiksi untuk memberikan Pendapat Penasihat dan tidak ada alasan untuk menolak melaksanakan yurisdiksi tersebut.
Hal ini telah dijabarkan dengan jelas dalam Pernyataan Tertulis dan Komentar Tertulis Indonesia. Ada tiga argumen Indonesia yang dipaparkan oleh Menlu Retno di hadapan sidang ICJ di Den Haag, Belanda, Jumat (23/2/2024).
“Pertama, tidak ada proses perdamaian yang bisa dirusak. Israel secara konsisten menghalangi solusi Dua Negara yang dinegosiasikan sejalan dengan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan,” tegas Menlu Retno.
“Israel bahkan menghindari negosiasi dengan berbagai alasan strategis,” ungkapnya.
Menlu menambahkan, dengan penolakan yang kuat dari Israel untuk menghentikan proyek kolonialnya dan tindakan sepihak ‘fait accompli’, tidak ada proses perdamaian yang dapat menghasilkan solusi yang adil, abadi, dan komprehensif.
“Lagi pula, negosiasi dengan seseorang yang menodongkan pistol ke kepala Anda bukanlah negosiasi sama sekali,” ujar Menlu.
Terlepas dari retorika perdamaian ini, pemerintahan Israel secara terbuka telah menyatakan pengabaian mereka terhadap Proses Perdamaian termasuk dengan menyatakan Perjanjian Oslo “batal demi hukum”.
Bulan November lalu, Perdana Menteri Benyamin Netanyahu bahkan menyombongkan hal tersebut dengan mengatakan: “Saya bangga telah mencegah berdirinya negara Palestina”.
Tidak mengherankan jika para pejabat Israel di semua tingkatan secara terbuka mengabaikan seruan Dewan Keamanan PBB untuk menyelesaikan masalah ini secara damai dan mematuhi kewajiban internasionalnya.
Seiring dengan sikap tersebut, Israel hanya mengejar ‘solusi’ sepihak tanpa melibatkan warga Palestina, apalagi memperhatikan kepentingan mereka.
“Indonesia menyampaikan bahwa hal ini menegaskan bahwa Israel tidak pernah tertarik pada proses perdamaian apa pun,” kata Menlu.
Kedua, permintaan Advisory Opinion atau Pendapat Penasihat ICJ tidak dimaksudkan untuk memutuskan solusi akhir konflik.
Solusi yang komprehensif, adil dan langgeng hanya dapat dicapai melalui perundingan langsung antara pihak-pihak yang berkonflik, bukan perundingan yang dipaksakan dari luar atau oleh satu pihak.
Sebaliknya, permintaan tersebut dimaksudkan untuk meminta pendapat Mahkamah mengenai pertanyaan-pertanyaan hukum yang diajukan oleh Majelis Umum PBB sesuai dengan kewenangannya.
Konsekuensi hukum
Pengadilan hanya boleh memberikan pendapatnya mengenai konsekuensi hukum yang timbul dari pelanggaran yang dilakukan Israel dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi status hukum pendudukan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dipahami sebagai permintaan nasihat untuk memfasilitasi Majelis Umum dalam merancang tindakan-tindakan yang diperlukan dalam fungsinya.
Ketiga, pendapat Mahkamah akan memberikan kontribusi positif terhadap proses perdamaian dengan menghadirkan unsur-unsur hukum tambahan untuk penyelesaian perselisihan secara komprehensif.
“Proses perdamaian yang sejati dan abadi hanya dapat dicapai jika sejalan dengan hukum internasional. Oleh karena itu, pendapat Mahkamah sangat diperlukan,” Menlu mengingatkan.
“Dengan memperjelas aturan hukum terkait, Pendapat Mahkamah akan membantu menyelesaikan kebuntuan yang menghambat proses perdamaian,” tambah Menlu.
Selain dampak positif tersebut, pendapat Mahkamah akan berguna untuk memandu langkah-langkah masa depan yang harus diambil oleh PBB dan semua negara.
Oleh karena itu, Indonesia menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menolak permintaan ini karena akan berisiko mendelegitimasi prospek proses perdamaian di masa depan.
“Saya ingin menyimpulkan dengan menggarisbawahi bahwa tidak ada negara yang kebal hukum. Bahwa tidak ada negara yang kebal hukum. Dan kesucian Mahkamah ini harus dijunjung tinggi,” tegas Menlu Retno.
Indonesia meyakini bahwa mosi hukum ini juga merupakan mosi hati nurani global. Hal ini tidak boleh menjadi hal lain dalam daftar, hal lain yang diabaikan, seruan lain untuk tidak diindahkan, diabaikan secara terang-terangan oleh Israel.
“Tidak pernah lagi berarti tidak pernah lagi sama sekali,” ucap Menlu menirukan idiom dari kelompok Yahudi mengenai Holocaust.
“Kami mendirikan sistem internasional kami saat ini dengan keyakinan bahwa setiap umat manusia, saya ulangi, setiap umat manusia, tanpa kecuali, dilindungi oleh hukum,” jelasnya.
“Oleh karena itu, mari kita renungkan pertanyaan ini: haruskah komunitas internasional terus membiarkan Israel memanipulasi penggunaan hukum internasional untuk membenarkan tindakan ilegal mereka terhadap hak-hak dasar rakyat Palestina?” sebut Menlu.
“Untuk Indonesia, kami tidak akan melakukannya. Dan sekali lagi harapannya ada pada Pengadilan ini, karena Pengadilan ini adalah Penjaga Keadilan,” pungkas Menlu Retno.
Tinggalkan Balasan