Jakarta, ERANASIONAL.COM – Ada peringatan dari kondisi ketenagakerjaan Indonesia. Jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus merangkak naik di awal tahun ini. Selama Januari- April, pekerja yang terpaksa menjadi pengangguran mencapai 18.829 orang, naik 24% dibanding Januari-April 2023 lalu, menurut data yang dipublikasi oleh Kementerian Tenaga Kerja pada hari ini, Jumat (31/5/2024).

Bila memerinci data bulanan yang dilansir oleh Kementerian, lonjakan PHK pada April adalah yang tertinggi kenaikannya, mencapai 37% dibanding bulan Maret.

Jumlah pemutusan hubungan kerja mencapai 6.434 orang pada April saja. Bulan-bulan sebelumnya angkanya berurutan sebesar 3.332 orang pada Januari, 4.362 orang pada Februari dan 4.701 orang pada Maret.

Bila laju PHK empat bulan pertama tahun ini berlanjut pada kecepatan yang sama, bukan tidak mungkin hingga akhir tahun nanti, terjadi lonjakan jumlah PHK yang melampaui 2023. Padahal pada tahun lalu, jumlah PHK sudah menembus level tertinggi dalam tiga tahun.

Sebagai gambaran, ketika pandemi Covid-19 merebak pada 2020, terjadi PHK sebanyak 386.877 orang. Lalu pada 2021 angkanya mulai turun menjadi 127.085 orang dan pada 2022 angkanya makin berkurang menjadi 25.114 orang. Namun, pada 2023, angka PHK kembali melesat tinggi mencapai 64.855 orang, sehingga menjadi yang tertinggi sejak 2021.

Semakin banyaknya PHK seharusnya menjadi peringatan bagi pemangku kebijakan agar tidak berlanjut dan membawa dampak semakin luas pada perekonomian. Beberapa indikator sejatinya sudah memberikan peringatan yang serupa yang sebaiknya tidak diabaikan.

Data pertumbuhan ekonomi pada kuartal 1-2024 secara kuartalan mencatat kontraksi atau penurunan pertumbuhan sebesar 0,83%. Yang perlu digarisbawahi, kontraksi pertumbuhan terutama terjadi di sektor lapangan usaha yang padat karya.

Di antaranya, industri pengolahan yang menjadi tulang punggung, pertumbuhannya turun -0,35% pada kuartal 1 lalu. Disusul oleh sektor konstruksi yang juga turun -2,57%. Sektor pertanian yang juga banyak menyerap tenaga kerja hanya tumbuh 0,01% secara kuartalan dan mencatat kontraksi -3,54% secara tahunan. Sektor perdagangan juga hanya tumbuh 0,12%.

Gelombang PHK yang terus berlanjut bisa berdampak luas pada perekonomian. Kehilangan pekerjaan berarti pendapatan seseorang terhenti sehingga tidak memiliki kemampuan belanja.

Konsumsi masyarakat yang kian menipis bisa menyeret pertumbuhan ekonomi domestik semakin tertekan mengingat belanja rumah tangga adalah motor utama pertumbuhan saat ini dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 55% pada kuartal 1-2024.

Konsumsi rumah tangga pada kuartal pertama lalu tercatat tumbuh 4,91%, lebih tinggi dibanding kuartal pertama empat tahun terakhir, terutama karena terungkit konsumsi masyarakat memasuki musim perayaan Ramadan dan Idulfitri mulai awal Maret lalu.