Jakarta – Sosialisasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat perlu dilakukan secara persuasif hingga koersif. Secara persuasif, upaya itu dapat diterapkan melalui komunikasi dengan publik dan stakeholder terdampak. Sedangkan secara koersif, upaya itu dilakukan melalui mekanisme penegakan hukum bagi pelanggar kebijakan PPKM Darurat.
“Kita melihat pelaksanaan PPKM darurat di Jawa-Bali, pelaksanaannya memang memerlukan upaya sosialisasi yang persuasif dan upaya-upaya koersif untuk penegakkan hukum,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi melalui Video Conference yang dipimpin Menko Perekonomian dengan agenda ”Evaluasi Implementasi PPKM Mikro Diperketat,” pada Jumat (9/7/2021).
Menurut Mendagri Tito, sosialisasi penting dilakukan, terutama kepada masyarakat dan stakeholder terdampak.
Apalagi, lanjut dikatakannya bagi yang berada pada sektor esensial dan kritikal, mereka perlu memiliki pemahaman tentang mekanisme pengaturan Work From Home dan Work Form Office sebagaimana Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 18 Tahun 2021.
“Sosialisasi ini sangat penting sekali terutama kepada publik, komunikasi publik, penjelasan kepada masyarakat, kemudian yang kedua adalah melakukan komunikasi dengan asosiasi-asosiasi yang terdampak,” ujar Mendagri.
Di samping sosialisasi yang bersifat persuasif, upaya koersif melalui penegakan hukum juga perlu dilakukan. Upaya ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan aparat penegak hukum, TNI/Polri maupun Kejaksaan untuk memberi sanksi terhadap pelanggar kebijakan PPKM Darurat. Apalagi, hal ini juga dikuatkan dengan Perda/Perkada yang memuat sanksi dan norma bagi pelanggar protokol kesehatan.
“Untuk upaya koersif, dilakukan penegakkan secara tegas untuk menghindari, terutama untuk menekan mobilitas masyarakat serta ketaatan protokol kesehatan utamanya masker. Untuk upaya koersif ini pemerintah daerah dapat bekerja sama selain dengan Polri dan TNI, juga Kejaksaan dan Pengadilan,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan