Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra

Surabaya – Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Jawa Timur menggelar Rapat Koordinasi GTRA Jawa Timur pada Selasa (24/08/2021) bertempat di Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Membawa tema “Dengan Reforma Agraria, Kita Wujudkan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah yang Produktif untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Jawa Timur,” Rakor GTRA Jawa Timur kali ini mengedepankan implementasi strategi Land-Use Conflict Identification Strategy (LUCIS) serta penguatan koordinasi antar para pemangku kepentingan agar tercipta langkah konkret pada kegiatan Reforma Agraria dan penanganan serta penyelesaian konflik agraria.

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra berkata bahwa selama ini pembahasan soal konflik masih menjadi suatu yang tabu.

Ia berkata bahwa konflik adalah sebuah kenyataan sosial yang diterima, terlebih jika soal pembangunan, karena apapun tujuan pembangunan, pasti ada dampak yang ditimbulkan dari sebuah kegiatan pembangunan.

“Terlebih soal konflik agraria, sedetail apapun perencanaan pembangunan kita, pasti akan tetap ada permasalahan tersebut. Hal yang kita bisa lakukan, bagaimana kita bisa memahami konflik tersebut dengan lebih sensitif, merangkul dengan lebih bijaksana,” tuturnya.

Dalam arahannya, Surya Tjandra juga menjelaskan terkait beberapa pendekatan pola pikir dalam menangani suatu konflik. Hal pertama adalah menanamkan keyakinan jika konflik adalah suatu hal yang tak perlu dihindari namun tetap dihadapi.

Surya Tjandra menjelaskan konflik ada karena perbedaan persepsi terkait suatu hal, terjadi karena apa yang dirasa ternyata beda dengan yang diterima, perbedaan antar pihak inilah yang menciptakan konflik.

“Perubahan pola pikir dalam memandang konflik menjadi hal yang krusial, karena sebelumnya konflik menjadi hal yang tabu, namun kemudian dapat didiskusikan dengan rileks dan terbuka,” terangnya.

Tak hanya itu, menurut Surya Tjandra, konflik juga timbul karena sikap menunggu alih-alih berinisiasi jemput bola untuk segera mencari solusi atau melakukan mitigasi awal sebelum konflik itu terjadi. Tak hanya itu, menurut Surya Tjandra, konflik tidak akan terjadi jika administrasi yang ada dilaksanakan dengan benar.

“Jika kita ingat, Pak Menteri berkali-kali mengingatkan kita semua bahwa jangan sampai apa yang kita kerjakan saat ini ternyata memberi masalah di masa depan, makanya kualitas layanan administrasi yang diutamakan,” ujarnya.

Oleh karena itu, Surya Tjandra beserta pihaknya kini tengah berusaha melakukan implementasi strategi LUCIS, sebuah model sistem informasi geospasial yang dapat menganalisis pola perkembangan dan hubungan historis penggunaan lahan untuk menunjukkan kecocokan suatu area untuk penggunaan tertentu.

LUCIS mengombinasikan penataan ruang dengan pengetahuan penatagunaan tanah untuk menjadi dasar kegiatan Reforma Agraria dan penyelesaian konflik agraria.

“Karena memakai data geospasial ini, sehingga dapat mengetahui potensi konflik, bagaimana potensi solusinya, bagaimana mitigasi yang perlu disiapkan,” jelasnya.

Direktur Jenderal Penataan Agraria, Andi Tenrisau, turut hadir secara daring selaku narasumber pada kegiatan ini.

Dalam paparannya, Ia mengangkat bahasan Reforma Agraria di Indonesia dalam Perspektif Birokrasi.

“Birokrasi adalah pelayan masyarakat yang melaksanakan kegiatan administrasi pemerintahan dan kegiatan pembangunan lainnya secara profesional, prosedural dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” terangnya.

Lebih lanjut, Andi Tenrisau menyampaikan bahwa pelaksana Reforma Agraria di Indonesia terdiri dari Tim Reforma Agraria Nasional, GTRA Pusat, GTRA Provinsi dan GTRA Kabupaten/Kota.

Ia juga menjelaskan bagaimana strategi Kementerian ATR/BPN dalam pelaksanaan Reforma Agraria melalui suatu sistem yang disebut Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan (SPAB) serta melalui analisis peluang dan hambatan dari arah kebijakan dan pelaksanaan kegiatan reforma agraria di Indonesia.

Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak menyampaikan dukungan penuh terkait implementasi program Reforma Agraria di Provinsi Jawa Timur.

Ia berkata bahwa Reforma Agraria menjadi salah satu program prioritas 99 hari saat kali pertama dilantik menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur bersama Khofifah selaku Gubernur Jawa Timur.

“Tujuannya tentu kami berharap bahwa ujung dari Reforma Agraria ini adalah memberikan akses kesejahteraan masyarakat namun tidak membahayakan kualitas lingkungan hidup yang ada,” jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Kanwil BPN Jawa Timur, Jonahar. Ia berharap bahwa rapat koordinasi ini akan menemukan rumusan yang konkret agar permasalahan dapat terselesaikan.

Jonahar juga melaporkan beberapa capaian yang dapat membantu pelaksanaan Reforma Agraria di Jawa Timur salah satunya adalah terdapat sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang berstatus clean and clear sehingga dapat segera dilakukan penataan aset melalui mekanisme Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau redistribusi tanah.”Selain itu, perlunya peningkatan keselarasan di antara seluruh pemangku kepentingan di Provinsi Jawa Timur agar pelaksanaan GTRA menjadi lebih baik,” tutupnya.